BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD) Margowiyono menjelaskan, bahwa perubahan Panti Sosial Bina Netra menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra ( BRSPDSN) berdasarkan Permensos N0. 18 tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.
“Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No. 18/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Di Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, diterbitkan justru untuk memastikan komitmen Kemensos terhadap layanan penyandang disabilitas yang berkualitas,” kata Margo dalam siaran persnya kepada Pasjabar, Selasa (30/7/2019).
Ia memastikan tidak ada regulasi yang mengurangi kualitas atau malah menghambat pelayanan terhadap penyandang disabilitas.
Menurutnya, hal ini akan ditindaklanjuti dengan penataan berbagai komponen rehabilitasi sosial khususnya SDM pelaksananya termasuk pekerja sosial yang bersentuhan langsung dengan penyandang disabilitas.
Ia mengungkapkan, UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan, pengelolaan layanan dasar penyandang disabilitas merupakan kewenangan daerah yang diselenggarakan melalui panti.
“Untuk durasi layanan juga tidak disebutkan dalam permensos,” kata Margo
Namun demikian, layanan disabilitas tidak bisa terlalu lama. “Setidaknya ada tiga argumentasi mengapa waktu layanan di balai harus ditentukan batas waktunya,” kata Margo.
Pertama, kata dia, konsep rehabilitasi sosial harus berbatas waktu. Tidak boleh terlalu lama. Karena akan menyebabkan ketergantungan dan beban anggaran negara. Kedua, pembatasan waktu juga dengan pertimbangan untuk memperbanyak jumlah PM.
“Selama ini balai-balai milik Kemensos hanya mampu melayani sekitar 100 orang per tahun, artinya banyak disabilitas sensorik netra lainnya yang tidak mendapatkan kesempatan untuk menerima layanan rehabilitasi sosial. Bila ada yang tidak bisa menerima kebijakan pembatasan ini, artinya membiarkan penyandang disabilitas netra lain tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan layanan rehabilitasi sosial,” kata Margo.
Ketiga, dalam UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, layanan dasar dalam panti sosial merupakan tugas pemerintah daerah provinsi.
Penanganan penyandang disabilitas adalah merupakan kerjasama pemerintah pusat dan daerah sekaligus kerjasama lintas sektor.
Demikian halnya dalam pelaksanaan proses rehabilitasi sosial dimana penerima manfaatnya sekaligus merupakan peserta didik sekolah formal tentunya akan berbagi peran dan kewenangan dengan sektor pendidikan.
“Keberhasilan proses layanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh Balai sangat didukung oleh peran serta keluarga dan masyarakat,” tuturnya.
Ia menambahkan Balai mengadakan pertemuan orang tua dengan mengundang orang tua/keluarga untuk hadir ke Balai dan mengajak ortu/klga berperanserta.
“Pekerja sosial Balai melakukan kunjungan rumah (home visit) sebagai bagian dari proses rehabilitasi sosial melalui pendekatan profesi pekerjaan sosial, antara lain untuk menyiapkan keluarga dan masyarakat sebelum proses terminasi PM,” paparnya.
Dari data Kemensos RI diketahui target layanan rehabilitasi sosial di BRSPDSN “Wyata Guna” Bandung Tahun 2019 berjumlah 640 orang, terdiri dari layanan dalam Balai sebanyak 175 orang setahun, dengan waktu layanan selama enam bulan.
“Pada Semester I, jumlah Penerima Manfaat (PM) BRSPDSN “Wyata Guna” berjumlah 130 orang yang terdiri dari 65 PM yang sedang mengikuti pendidikan dan 65 PM yang mengikuti layanan rehabilitasi sosial,” jelas Margo.
Ia menambahkan, pada tanggal 27 Juli 2019, telah dilakukan terminasi terhadap 98 orang PM, yaitu PM yang telah selesai menempuh pendidikan dan PM yg kuliah tetapi tidak ada dokumentasi administrasi pendidikannya. Selebihnya, 32 PM belum terminasi karena masih menempuh pendidikan.
Kemudian pada Semester II, PM yang mendapat layanan rehabilitasi sosial berjumlah 45 orang, yaitu 32 orang PM yang belum terminasi dan PM rekruitmen baru. Sehingga total layanan rehabsos dalam balai di BRSPDSN Wyata Guna Tahun 2019 berjumlah 175 orang. “Nah untuk layanan luar Balai mencapai 465 orang setahun,” tandasnya. (*/tie)