BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Perdebatan mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah kembali mencuat dalam diskusi publik bertajuk Quo Vadis: Pilkada Langsung dan Tidak Langsung yang digelar di GGM Bandung.
Dalam acara ini, peneliti dari Indonesian Political Research Center (IPRC), Fahmy Iss Wahyudi, menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh sebelum mengambil keputusan terkait format Pilkada ke depan.
Menurut Fahmy, belum ada kesimpulan pasti apakah Pilkada sebaiknya tetap langsung atau kembali ke sistem tidak langsung.
Ia menekankan bahwa keputusan tersebut harus didasarkan pada kajian komprehensif terkait dampak positif dan negatif dari sistem yang telah berjalan selama ini.
“Pilkada langsung memberikan rakyat hak penuh dalam memilih pemimpin daerah, tetapi rentan terhadap politik uang.
Sebaliknya, Pilkada tidak langsung memangkas potensi politik uang,
namun berisiko menciptakan keterputusan aspirasi antara rakyat dan kepala daerah,” jelas Fahmy.
Ia juga menyoroti bahwa dalam sejarahnya, Pilkada tidak langsung pernah membuat masyarakat merasa tidak memiliki peran dalam menentukan pemimpinnya.
Oleh karena itu, jika sistem ini kembali diterapkan, diperlukan strategi untuk mengatasi potensi keterputusan hubungan antara rakyat dan pemimpin daerah.
Fahmy memprediksi bahwa dalam beberapa bulan ke depan, wacana perubahan regulasi Pilkada akan kembali menjadi perdebatan publik.
Prosesnya pun diperkirakan tidak akan singkat, mengingat revisi undang-undang harus melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) terlebih dahulu.
Selain itu, ia menekankan perlunya peningkatan pendidikan politik dan penegakan hukum untuk menghadapi Pilkada di masa mendatang.
Ia menilai bahwa politik uang masih menjadi tantangan utama dalam sistem Pilkada langsung, dan meskipun telah diatur dalam undang-undang, penindakannya masih kurang optimal.
“Kalau masyarakat dianggap belum siap, tugas negara adalah menyiapkan mereka. Pendidikan politik harus diperkuat, dan penegakan hukum terhadap politik uang harus lebih tegas,” tambahnya.
Diskusi ini menjadi bagian dari refleksi atas praktik demokrasi di Indonesia, yang terus mengalami dinamika dalam mencari format terbaik bagi pemilihan kepala daerah.
Keputusan terkait mekanisme Pilkada, menurut Fahmy, masih memerlukan kajian lebih lanjut dengan mempertimbangkan aspek politik, sosial, dan hukum.(uby)












