Bandung, www.pasjabar.com – Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Pasundan (UNPAS) kembali menunjukkan kreativitas dan kepekaan sosial mereka melalui pagelaran sastra bertajuk “Hipokrisi Moral”.
Pementasan ini merupakan bagian dari ujian akhir mata kuliah Pagelaran Sastra yang digelar di Gedung Rumentang Siang, Bandung.
Lebih dari sekadar kegiatan akademik, pementasan ini menjadi ajang bagi mahasiswa untuk menyampaikan kritik sosial, terutama pada isu pendidikan di Indonesia yang dianggap belum berpihak sepenuhnya pada peserta didik.
Kritik Terhadap Sistem Pendidikan Jadi Sorotan Utama
Tema “Hipokrisi Moral” dipilih mahasiswa sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi dunia pendidikan.
Sutradara pementasan, Muhammad Riza RIzkulloh , menyebut bahwa ide cerita murni berasal dari mahasiswa.
Mereka mengangkat isu-isu sosial seperti pelecehan, gaji guru honorer, dan lemahnya perhatian terhadap kualitas pendidikan dasar.
“Tema ini muncul karena kondisi pendidikan kita belum optimal. Banyak hal yang masih perlu dibenahi, dan melalui pertunjukan ini, kami ingin menyuarakan hal itu,” ujar Riza.
Ia juga menyoroti bahwa proses persiapan berlangsung selama tiga bulan, dengan tantangan terbesar datang dari kurangnya kedisiplinan dalam latihan.
Karakter Rika: Simbol Perjuangan Guru Ideal
Adinda Malaika Cahyani, mahasiswa angkatan 2022 yang memerankan tokoh utama bernama Rika, menggambarkan karakternya sebagai sosok guru idealis yang ingin membawa perubahan.
“Rika adalah guru ambisius yang ingin memajukan sistem pendidikan, terutama di lingkungan tempat ia mengajar, SMP 7 Cibodong,” kata Adinda.
Dalam cerita, Rika menghadapi dilema karena murid-muridnya masih banyak yang belum bisa membaca, meski sudah duduk di bangku SMP.
Hal ini menggambarkan ironi dalam sistem pendidikan yang belum berhasil memenuhi hak dasar siswa.
“Bagi Rika, membaca adalah dasar penting untuk membentuk manusia yang berkualitas. Dan ketika siswa belum mampu membaca, itu bukan hanya masalah siswa, tapi sistem yang harus diperbaiki,” tegasnya.
Harapan untuk Masa Depan Pendidikan Indonesia
Sebagai calon guru, Adinda juga menyoroti kompleksitas pendidikan nasional yang sering kali berubah-ubah tanpa arah yang jelas.
“Setiap ganti menteri, ganti kurikulum. Tapi yang harus beradaptasi terus-menerus adalah peserta didik dan guru. Ini melelahkan,” ucapnya.
Ia berharap ke depan, sistem pendidikan Indonesia memiliki visi yang lebih kuat dan tidak sekadar meniru negara lain.
“Indonesia harus tahu arah pendidikannya sendiri. Kita harus paham kebutuhan bangsa kita, bukan hanya meniru luar negeri,” tutup Adinda.
Gedung Rumentang Siang, Simbol Ruang Seni Mahasiswa
Gedung Rumentang Siang dipilih sebagai lokasi karena aksesnya yang mudah dan fasilitasnya yang memadai.
Baik mahasiswa maupun dosen menilai gedung ini cocok untuk pementasan berskala mahasiswa, sekaligus menjadi upaya untuk terus menghidupkan budaya pementasan di Kota Bandung.
Ketua Prodi PBSI UNPAS, Setiawan, M.Pd., mengapresiasi pagelaran ini sebagai bentuk pendidikan apresiatif yang melatih mahasiswa tampil dan menyuarakan pesan moral.
Ia berharap kegiatan semacam ini dapat terus dilestarikan sebagai bagian dari budaya kampus.












