
Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si., Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan (Dienul Islam, dalam buku Afeksi Islam)
WWW.PASJABAR.COM – Salah satu sumber nilai yang berlaku dalam pranata kehidupan manusia adalah nilai Ilahi. Nilai ini dititahkan Tuhan melalui Rasul-Nya dalam bentuk perintah bertakwa, iman, dan adil yang diabadikan dalam wahyu-Nya. Nilai ini bersifat eksak (QS al-Maidah, 5:3; al-An’am, 6:115; al-A’raf, 7:137; Hud, 11:119). Kebenaran nilai ini sangat mutlak (QS al-Baqarah, 2:2). Boleh jadi, konfigurasi dari nilai-nilai Ilahi dapat mengalami perubahan. Namun secara intrinsik, ia tidak akan pernah berubah.
Sebagai sebuah nilai (value), nilai Ilahi mengalami proses aktualisasi dalam bentuk penggunaan religi. Religi inilah yang kemudian menyebarkan nilai-nilai Ilahi kepada manusia dalam kehidupannya. Dalam proses aktualisasi, nilai Ilahi akan berhadapan dengan sumber kedua pranata manusia, yaitu nilai insani. Ia merupakan nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia. Ia hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai ini bersifat dinamis (QS 8:19; QS 13:11; QS 8:53), sedangkan keberlakuan dan kebenarannya relatif (nisbi), dibatasi oleh ruang dan waktu (QS 10:36; QS 6:116).
Proses aktualisasi nilai Ilahi terkadang kabur (nas). Nilainya tertutup oleh nilai insani yang bersifat dinamis sehingga nilai Ilahi dalam konteks praktis-empiris seolah-olah “terkalahkan” oleh konsep yang dilahirkan oleh kedinamisan pemikiran manusia. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Natsir (1985) bahwa di kalangan masyarakat Indonesia terdapat kesan bahwa Dinul Islam bersifat sempit. Kesan itu muncul dari salah pengertian tentang hakikat Islam. Kekeliruan ini terdapat bukan hanya di kalangan umat non-Islam, melainkan juga di kalangan umat Islam sendiri, termasuk sebagian agamawan Islam.
Kesalahpahaman terhadap Dinul Islam sebenarnya tidak akan terjadi bila para penganutnya memahami nilai Ilahi yang sesungguhnya yang terdapat dalam Islam. Bukankah sesungguhnya Dinul Islam memiliki karakteristik yang lengkap dan universal? Bukankah Dinul Islam tidak sebatas aspek ibadah yang dipelajari hanya menurut satu mazhab seperti yang banyak dipahami umat Indonesia? (Dienul Islam, dalam buku Afeksi Islam)
Pendekatan Etimologis dan Terminologis
Kata dinul Islam terdiri dari dua kata, yaitu din dan al-Islam. Secara etimologis, ad-din atau dinnah berarti balasan (Yunus, 1950). Menurut Adnan (1970), ad-din identik dengan asy-syariah, ath-thariqah, dan al-millah, yang dapat diartikan sebagai “peraturan dari Allah untuk manusia yang berakal untuk mencapai keyakinan dan jalan bahagia lahir-batin, dunia-akhirat, yang bersandar pada wahyu Ilahi yang terhimpun dalam kitab suci yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw.”
Al-Maududi (1984) mendefinisikan ad-din dalam beberapa arti:
-
Kehormatan pemerintahan, negara, kemaharajaan, dan kekuasaan.
-
Kebalikan dari arti pertama: ketundukan, kepatuhan, perbudakan, penghambaan, dan penyerahan.
-
Memperhitungkan, mengadili, memberi ganjaran dan hukuman atas perbuatan.
Islam, menurut buku teks terbitan DEPAG RI (2001), berasal dari kata aslama yang merupakan turunan dari as-salmu, as-salamu, as-salamatu, yang berarti bersih dan selamat dari kecacatan lahir-batin. Maka, Islam mengandung makna suci, bersih tanpa cacat atau sempurna. Kata Islam juga dapat diambil dari as-silmu dan as-salmu, yang berarti perdamaian dan keamanan. Dari asal kata ini, Islam mengandung makna perdamaian dan keselamatan. Karena itu, ucapan assalamu ‘alaikum merupakan tanda kecintaan seorang muslim kepada orang lain.
Menurut Ahmad Abdullah al-Masdoosi (dikutip DEPAG RI, 2001), Islam adalah kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia diciptakan, dan dibina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. Islam merupakan kaidah hidup yang memuat tuntunan lengkap tentang aspek spiritual dan material manusia.
Kata agama, religi, dan din secara umum merupakan sistematika credo (tata keimanan), ritus (tata ibadah), dan norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam sesuai dengan ajaran ilahi (Endang Saefuddin Anshari, 1986). Jelaslah bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, dan alam semesta. Karena itu, dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama universal. (Dienul Islam, dalam buku Afeksi Islam)
Al-Qur’an dan Sunnah
Islam adalah satu-satunya agama yang benar di sisi Allah (QS Ali Imran, 3:19, 85). Ia agama yang diturunkan Allah sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad Saw. sebagai syariat terakhir (QS al-Maidah, 5:3; al-Ahzab, 33:40). Islam adalah penyempurna agama-agama sebelumnya (QS al-Maidah, 5:58; Ali Imran, 3:3). Islam adalah agama penyerahan diri kepada Allah (QS an-Nisa, 4:125), agama para nabi (QS al-Baqarah, 2:136), dan agama yang sesuai dengan fitrah manusia (QS ar-Rum, 30:30).
Islam juga agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam lainnya (Endang Saefuddin Anshari, 1986). (han)












