BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM–
Ketua Umum Forum Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri (FGHBSN) Rizki Safari Rakhmat menyayangkan mengenai peraturan untuk guru non ASN di Kabupaten Bandung dan Sumedang pada awal kontrak kerja harus menandatangani surat pernyataan siap mengundurkan diri apabila sudah terpenuhi GTK PNS/CPNS/PPPK di sekolah dimana dia mengabdi.
Hal ini terang Rizki akan berdampak munculnya kekhawatiran guru honorer dalam melaksanakan tugas yang dibayang-bayangi oleh pernyataan pengunduran diri tersebut.
“Menurut saya ini tidak adil, karena kurangnya perlindungan bagi guru honorer dalam menjalankan tugasnya, kami berasumsi bentuk adanya surat tersebut menunjukan sikap tidak ada upaya (kepsek/KCD VIII) untuk dapat memindah tugaskan yangbersangkutan di sekolah lain apabila jumlah pegawai ASN terpenuhi,” terangnya kepada pasjabar, Rabu (24/2/2021).
Rizki melanjutkan sebaiknya jika dalam kondisi tertentu terpenuhinya jumlah pegawai ASN atau kedatangan ASN baru, hal ini dapat dimusyawarahkan secara baik-baik antara pihak KCD, kepala sekolah dengan guru honorer yang terdampak serta ada upaya memindahkan guru honorer di sekolah lain yang representatif sesuai kebutuhan kekosongan guru ASNnya.
“Langkah mewajibkan guru honorer (non ASN) melampirkan surat pernyataan tersebut kurang tepat, ini bentuk diskriminatif antara guru honorer dengan guru ASN, lebih mengutamakan guru ASN dibanding guru honorer secara status kepegawaian, namun disamping itu guru honorer tersebut sudah mengabdi bertahun-tahun di sekolahnya,” sambungnya.
Jangan sampai ada istilah “habis manis sepah dibuang”, tandas Rizki karena dalam melaksanakan tugas kewajiban guru ASN dan guru honorer sama sesuai dengan UU Guru dan Dosen no. 14 tahun 2005, hanya memang masih lemahnya perlindungan dan kesejahteraan bagi guru honorer.
“Jika guru honorer terdampak harus mengundurkan diri maka guru tersebut kehilangan tugas di sekolahnya juga kehilangan penghasilan bulanan, guru honorer harus mencari sendiri sekolah yang lain yang membuka lowongan guru sesuai mata pelajaran yang diajarnya,” tandasnya.
Rizki berharap kedepannya tidak ada lagi perlakuan diskriminatif terhadap guru honorer, pemerintah harus memberikan rasa aman, kesejahteraan dan perlindungan yang jelas terkait keberadaan guru honorer.
“Bagaimanapun pemerintah masih membutuhkan keberadaan guru honorer dengan kekosongan Guru ASN sebanyak 1,3 juta. Selama ini yg mengisi kekosongan guru ASN ditugaskan kepada guru honorer,” ucapnya.
Disamping itu, Pemerintah dapat membuat regulasi menugaskan guru pengganti (honorer) dan memberikan kesejahteraan yang baik sesuai dengan hak guru dalam UU Guru dan Dosen.
“Langkah realistis lainnya, dalam kondisi pandemi covid-19, para guru harus fokus mengoptimalisasi pembelajaran jarak jauh, pemerintah jangan terlalu sibuk mengatur skema tes seleksi ASN, namun segeralah angkat guru honorer menjadi ASN agar mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik dan perlindungan yang jelas,” pungkasnya. (tiwi)