BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM– Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si. memberikan penghargaan kepada Dina Farida, S.H., wisudawan Jurusan Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) yang meninggal karena sakit setelah Sidang Skripsi, pada Wisuda ke-81 UIN SGD bandung, Sabtu (27/2/2021).
Dina menjalani hari-harinya dengan penuh kesabaran yang kuat memegang prinsip “hidup ini bukan tentang apa dan berapa yang kita miliki, tetapi apa dan seberapa besar yang bisa kita beri,” bahkan di tengah rasa sakit yang dideritanya, Dina berhasil menaklukkan sidang akhir meski terbaring di rumah sakit.
Akibat meninggal karena sakit, orang tua Dina dipanggil kedepan dan mendapatkan menghargaan dari Rektor sebab salah satu wasiatnya ingin Wisuda.
Di mata Firmansyah, teman Dina Farida di Keluarga Mahasiswa Jawa Tengah menuturkan aktif, mudah bergaul dan tak kenal kata menyerah, begitulah gadis asal Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah ini kerap dikenal.
Dina hampir tak pernah absen mengikuti serangkaian kegiatan sosial kemasyarakatan bersama teman-teman sejawatnya. Tak heran jika kehadirannya selalu dinantikan.
“Hadirnya Dina diberbagai aktivitas dan kesibukannya dia bukan hanya sekedar hadir, Dina mampu berperan aktif dan memang hadirnya Dina bukan sekedar ada, pernah waktu itu kita mengadakan namanya itu Ambar Waros atau ulang tahun. Itu salah satu loncatan besar untuk organisasi dan salah satunya kontribusi besar dari Dina sendiri. Acara itu berjalan dengan sangat memuaskan karena capaian itu belum pernah kita raih di kepengurusan-kepengurusan sebelumnya,” paparnya dalam rilis yang diterima pasjabar, Minggu.
Menurut Dr. H. Aden Rosadi, M.Ag. CLA., Dosen Pembimbing I Dina Farida menuturkan Dina memiliki sejumlah prestasi membanggakan tak membuatnya tinggi hati. Baginya, hidup bukan hanya soal IPK tinggi dan sederet prestasi, tetapi juga bagaimana memberi kontribusi bagi ibu pertiwi.
“Di mata saya Dina Farida itu memiliki kecerdasan intelektual. Beliau adalah salah satu delegasi Fakultas Syariah dan Hukum dalam kegiatan student exchange di Malaysia tahun 2018. Dia juga memiliki kecerdasan sosial. Dia begitu peduli dengan teman-teman mahasiswa seangkatannya. Dia juga berbagi tanggung jawab moral. Dia ingin buktikan kepada kedua orangtuanya bahwa meskipun dalam kondisi sakit mampu menyelesaikan kuliahnya dengan baik,” ungkapnya.
Dewi Mayaningsih, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II Dina Farida menjelaskan dalamnya lautan dapat diduga, dalamnya hati siapa yang tahu. Tak ada yang mengira, di balik senyuman manis yang selalu Dina tunjukkan, ia menyimpan kesakitan yang tiada terperikan. Tapi mengeluh bukan pilihan.
“Sepanjang yang saya kenal beliau orangnya ramah, gigih. Saya selalu tracking mahasiswi apa sih aktivitas di balik itu, kalau kita lihat di medsosnya Dia pernah student exchange begitu ya ke Malaysia, lantas Dia aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa dan Himpunan Mahasiswa, dari situ saya paham bahwa beliau punya jiwa kepemimpinan, sehingga kemudian skripsinya harus segera diselesaikan. Jadi tidak berpikir bahwa beliau sedang sakit. Ketika bertemu langsung sudah jadi mahasiswi bimbingan saya memang sudah sakit, tapi kemudian disembunyikan. Kan ada juga yang minat berbelas kasihan karena sakit, tapi dia tidak menunjukkan itu,” kenangnya.
Bagi Mulazamah dan A. Nahrowi, orang tua Dina.
“Anaknya itu supel dan ramah, terus kalau dia punya kemampuan yang positif itu inginnya segera diselesaikan. Semangatnya tinggi. Saya salut dia tidak pernah mengeluh.Ya sudah karena itu semuanya sudah takdir Allah SWT. Semua itu amanat, titipan kepada saya. Bisa ga bisa harus ikhlas. Ikhlas semua itu kembali kepada Allah SWT. Padahal ya anak itu sudah banyak harapan karena apa dikata, Tuhan berkehendak untuk meminta kembali. Ya mudah-mudahan terbaik dan khusnul khatimah dan saya ridho, ikhlas, semua itu hanya titipan Allah, hanya ujian, dan setelah selesai kuliah mau cari-cari beasiswa S2 di Turki katanya. Kalau Wisuda nanti pake seragam keluarga, iya. Kalau bisa dia pulang selalu ajak teman-temanya untuk bangun Desa ini lebih baik, membuat grup, khusus mahasiswa Desa ini untuk memperjuangkan jalan-jalan,” kenangnya.
Bila hidup sekadar hidup, lantas apa sesungguhnya arti hidup ini? Bila langkah tak punya arah, lantas apa cukup hanya dengan berpangku pada kata pasrah? Bila keberadaan tak memiliki arti, lantas apa sejatinya yang hendak dicari?
“Hancur badan dikandung tanah, budi baik terkenang jua.” Selamat jalan Dina! Kini tak ada lagi kesakitan, kini tak ada lagi penderitaan. Kasih dan baktimu tak akan pudar di telan masa, senyum dan tawamu kan abadi dalam sanubari. Sampai jumpa di alam sana nanti. (*/tiwi)