YOGYAKARTA, WWW.PASJABAR.COM – Belum juga usai, dunia dilanda wabah pandemi Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) sudah mengumumkan kembali adanya wabah baru, yakni Clade Outbreak atau yang sebelumnya lebih dikenal dengan cacar monyet.
Wabah penyakit baru semacam ini akan terus bermunculan. Namun begitu, program pengurangangan penyakit seperti polio atau lumpuh layu harus terus dilakukan bersamaan dengan upaya penanggulangan pandemi Covid-19.
Hal itu mengemuka dalam webinar yang bertajuk Addressing Implementation Challenges During Pandemic Response: Learning from the Global Polio Eradication Initiative. Webinar kali ini merupakan inisiasi dari Pusat Kedokteran Tropis UGM bekerja sama dengan John Hopkins University dan Universitas Udayana serta didanai oleh Bill and Melinda Gates Foundation.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Hariadi Wibisono, mengatakan terdapat beberapa persamaan antara surveilans lumpuh layu dan Covid-19 sehubungan dengan penemuan kasus, pengambilan sampel, dan pemeriksaan sampel.
Menurutnya lumpuh layuh sendiri merupakan kelumpuhan yang sifatnya lemas, terjadi secara mendadak, dan disebabkan oleh virus polio. Oleh karena itu, perlu ada penguatan kemampuan petugas kesehatan yang merupakan garda terdepan dalam proses deteksi menjadi kunci yang penting untuk mendukung keberhasilan surveilans polio serta Covid-19 selama pandemi.
“Sejalan dengan surveilans, program vaksinasi merupakan poin penting dalam pencegahan penyakit menular seperti polio dan Covid-19,” kata Hariadi Wibisono dalam rilis yang dikirim Senin (22/8/2022).
Perwakilan WHO Indonesia, Dr. Stephen Chacko, MD, MPH, menuturkan tantangan yang umumnya dihadapi dalam program vaksinasi polio maupun Covid-19 selama pandemi adalah penutupan sementara pusat vaksinasi, prioritas yang berbeda antar tenaga kesehatan, terbatasnya sumber daya, adanya ketakutan akan terpapar Covid-19 ketika beraktivitas di luar rumah, serta beredarnya misinformasi.
Menurutnya persoalan ini dapat diminimalkan apabila ada komitmen dari pemangku kebijakan serta pengembangan dan distribusi vaksinasi yang memadai di kala pandemi.
Peneliti dari John Hopkins University, Olakunle Alonge, MD, PhD., mengatakan program pengurangan penyakit polio harus dilakukan secara berkesinambungan antar subsistem kesehatan. Hal ini berguna untuk mempersiapkan dan merespons darurat kesehatan, serta upaya memperkuat ketahanan sistem kesehatan.
“Untuk mendukung program vaksinasi, dibutuhkan integrasi antara kampanye dengan mobilisasi sosial,” ujarnya.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa vaksinasi kelompok rentan harus diprioritaskan dengan sistem jemput bola. Sedangkan untuk menjawab tantangan terkait surveilans, diperlukan adanya surveilans berbasis komunitas yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan komunitas dalam mendeteksi dini kasus polio dan Covid-19 serta menyukseskan surveilans global yang terintegrasi.
“Kerja sama antar berbagai pihak dan adanya pusat operasi darurat kesehatan untuk memudahkan koordinasi antar pihak terkait,” paparnya. (*/ran)