BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Anggota Komisi C DPRD Kota Bandung Asep Mahyudin menilai pengelolaan sampah di Kota Bandung tidak sinkron antara rencana dan aksi. Sehingga mengakibatkan masalah sampah tidak kunjung terselesaikan.
“Padahal jika antara rencana dan aksi bisa selaras, maka masalah sampah bisa diselesaikan sesegera mungkin,” ujar Asep kepada wartawan Rabu (14/6/2023).
Asep menilai, selain fokus pada aksi yang selaras dengan rencana, Pemkot Bandung juga semestinya bisa memberikan edukasi kepada masyarakat. Hal ini dibutuhkan, agar masyarakat bisa memiliki kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah.
“Jadi ketika Pemkot Bandung punya konsep soal penanganan sampah, harus didorong juga oleh kesadaran masyarakat,” ungkap Asep.
Asep menilai, kesadaran masyarakat terhadap pengolahan sampah masih rendah. Karena masih ditemui adanya warga yang menyimpan sampah di gang-gang. Sehingga menggangu pemandangan dan berakibat buruk pada kesehatan.
“Padahal dengan Kang Pisman yang dicanangkan oleh almarhum Mang Oded itu sudah bagus. Tapi karena masyarakatnya tidak melaksanakan dan mengikuti, akhirnya seperti ini,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Asep, sampah yang dikelola dengan baik bisa menjadi sumber ekonomi. Karena itulah edukasi ke masyarakat harus dilakukan. Masyarakat pun harus memiliki kesadaran untuk membuang sampah di tempatnya bahkan melakukan pemilahan dan pemanfaatan.
Mesin Pengolahan Sampah
Lebih lanjut, Asep mengatakan, beberapa waktu lalu dirinya meninjau mesin pengolah sampah. Di mana sampah plastik dikelola menjadi sampah, kemudian dipisahkan dan bisa dijual.
“Biji sampahnya ini bisa dijadikan bricket seperti parapin. Hasilnya bisa dijual karena ada perusahaan-perusahaan yang menerimanya,” ungkapnya
Ia pun menyetujui bila mesin pengolahan sampah ini diterapkan di tiap kelurahan, minimal stau kelurahan satu mesin. Bila diterapkan, minimal bisa mengurangi 30 persen-40 persen sampah yang dibuang ke TPA. Cuma permasalahannya tidak semua kelurahan punya tempat yang memadai, karena memang butuh lahan 10 tumbak atau 140 meter persegi.
“Tapi kalau tidak dicoba mau kapan lagi, setidaknya untuk kelurahan yang memilliki lahan bisa didahulukan pengadaannya. Terlebih harganya tidak terlalu mahal, sekitar Rp80 juta sampai Rp120 juta. Harga yang sepadan jika dibandingkan dengan hasil yang akan dirasakan,” ungkapnya.
Namun diakuinya, untuk penerapan mesin pengolahan sampah plastik ini pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Salah satunya soal lingkungan. Karena saat uji coba, mungkin asap yang dihasilkan tidak seberapa.
“Tapi jika kita mengolah sampah yang banyak, kita tidak tahu bisa menghasilkan asap seberapa banyak,” tuturnya.
Meski begitu, ia meyakini bila mesin tersebut tentunya sudah sesuai standar.
“Intinya untuk sampah itu, tugas untuk membereskan sampah itu bukan hanya tugas Pemkot tapi semuanya. Karena kalau kita gotong royong, pada sadar semua ya Insya Allah bisa tertangani,” ungkapnya. (put)