Bandung, WWW.PASJABAR.COM – Perkara yang melibatkan pengembang perumahan Kota Baru Parahyangan yakni PT Belaputera Intiland dan para ahli waris saudagar asal Turki kembali digelar.
Dari pertemuan yang diadakan di PN Bandung, diputuskan bahwa sita eksekusi terhadap ratusan rumah mewah di kompleks elit itu tak dapat digelar pengadilan.
“Jadi, tadi sudah di-clear-kan dan sudah dijelaskan oleh ketua bahwa eksekusi ini tidak bisa dijalankan karena sudah ada ketetapannya,” kata Kuasa Hukum dari PT Belaputera Intiland, Titus Tampubolon, ketika ditemui di PN Bandung.
Dalam pertemuan itu, menurut Titus, pihaknya sudah menunjukkan sejumlah bukti kepemilikan atas lahan.
Sementara itu, pihak ahli waris tak dapat menunjukkan batas-batas yang diklaim menjadi kepemilikannya.
Hal itu menjadi dasar sita eksekusi tak dapat dilakukan oleh pihak pengadilan.
“Mereka tidak bisa menunjukkan batas-batasnya sementara Kota Baru sudah mempunyai sertifikat atas tanah tersebut,” ucap dia.
Maka dari itu, Titus mengimbau penghuni perumahan agar tenang dan tak resah.
Di sisi lain, dia menegaskan bahwa PT Belaputera Intiland bakal bersikap kooperatif dalam berperkara dengan para ahli waris.
“Jangan sampai nanti resah lah, penghuni kita yang di Kota Baru, tenang saja. Itu berita terakhir dari Ketua Pengadilan Negeri langsung,” ujar dia.
Di lokasi yang sama, Kuasa Hukum dari Ahli Waris, Sutara, pun mengakui sita eksekusi lahan tak dapat dilakukan karena lahannya masih dikuasai oleh PT Belaputera Intiland.
Maka dari itu, Ketua PN Bandung menyarankan ahli waris atau PT Belaputera Intiland mengajukan gugatan ke pengadilan.
Namun demikian, Sutara menegaskan, pihaknya tak akan mengajukan gugatan ke pengadilan melainkan melapor ke polisi terkait perkara itu.
Rencananya, pihak yang dilaporkan ke polisi adalah jajaran direksi di PT Belaputera Intiland.
“Kami akan mengambil ranah pidana, kami akan melaporkan PT Belaputera Intiland dalam hal ini adalah direksinya kepada pihak kepolisian. Dengan delik diduga melanggar penyerobotan dan perusakan sebagaimana pasal 385 KUHP dan 167 KUHP,” ucap dia.
Sutara pun menilai pernyataan Ketua PN Bandung soal batas lahan terlalu mengada-ada.
Menurut dia, batas lahan masih bisa ditunjukkan melalui citra satelit meski sudah dibangun perumahan di kompleks tersebut.
“Sungai masih ada, jadi batas itu jelas, hanya batas tanah yang dulu masih sawah, pohon dan sebagainya itu kan sekarang sudah berubah. Kita kurang sependapat dengan pendapat eksekusi pengosongan tidak bisa dilakukan karena tidak dapat menunjukan batasnya,” tegas dia.
Adapun surat ketetapan eksekusi tersebut dikeluarkan dengan didasarkan atas Putusan PN Bandung Nomor 301/1963 Sipil tanggal 8 Juli 1963, Putusan PT Bandung Nomor 75/1968 P.T Perdata tanggal 28 Maret 1969, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 454 K/SIP/1969 tanggal 29 November 1969.
Namun demikian, eksekusi batal dilakukan karena di lahan itu sudah berdiri kompleks mewah yakni Kota Baru Parahyangan.
Total, ada sekitar 200 unit rumah mewah yang berdiri di sana.
Selang beberapa tahun kemudian, cucu dan cicit dari Almarhum Sech Abdulrahman kembali mendesak pada pihak pengadilan agar segera dilakukan sita eksekusi. (Rif)