Oleh: Firdaus Arifin, Dosen Yayasan Pendidikan Tinggi Pasundan Dpk FH UNPAS
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Setelah pesta demokrasi (baca: Pilpres 2024) usai dan Prabowo Subianto dinobatkan sebagai Presiden terpilih, sorotan publik kini tertuju pada proses pembentukan kabinet. Koalisi yang terbentuk dalam kontestasi politik tentu menjadi bahan bakar utama bagi prediksi komposisi kabinet yang akan mengisi jabatan menteri. Namun, apakah benar bahwa kabinet yang akan dibentuk hanya sekadar upaya untuk menampung semua pihak, atau adakah visi jelas yang hendak diperjuangkan? Istilah Koalisi Gemoy mengemuka, seolah mencerminkan semangat harmonis di tengah ketegangan politik, namun di balik itu terselip pertanyaan fundamental: bagaimana efektivitas kabinet ini dalam menghadapi tantangan bangsa dimasa depan?
Koalisi Gemoy
Istilah Koalisi Gemoy mungkin terdengar ringan dan bersahaja, tetapi realitas politik Indonesia jarang sesederhana itu. Sebuah kabinet yang dibentuk dari koalisi gemuk, yang dipenuhi oleh berbagai kepentingan politik, berisiko terjebak dalam dinamika tarik-menarik kekuasaan. Setiap partai politik yang tergabung dalam koalisi tentu berharap mendapatkan jatah kursi menteri. Namun, apakah ini berarti kita hanya akan mendapatkan kabinet yang sekadar mewakili kepentingan politik, tanpa memperhatikan kompetensi dan kebutuhan strategis negara?
Dalam pembentukan kabinet, ada dua prinsip yang sering kali dipertentangkan: representasi politik dan kapasitas profesional. Koalisi yang terlalu gemuk akan menghadirkan tantangan serius dalam hal profesionalitas kabinet. Posisi menteri yang seharusnya diisi oleh para teknokrat dan ahli di bidangnya, berpotensi besar didominasi oleh mereka yang dipilih karena faktor politik semata. Jika ini terjadi, kabinet hanya menjadi perpanjangan tangan dari koalisi politik, bukan sebuah tim yang solid untuk membawa perubahan substansial.
Visi Nasional
Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih tentu memiliki visi besar untuk membawa Indonesia menjadi negara yang lebih kuat, baik dari segi ekonomi, politik, maupun sosial. Tantangan terberatnya adalah bagaimana memastikan bahwa visi ini bisa diterjemahkan dengan baik dalam kabinet yang nanti akan dipimpinnya. Jika kabinet hanya diisi oleh sosok yang dipilih berdasarkan kepentingan koalisi, maka visi nasional tersebut bisa terkikis oleh kepentingan-kepentingan politik yang sempit.
Sebagai contoh, bidang ekonomi menjadi salah satu sektor yang paling kritis. Indonesia tengah menghadapi tantangan global, mulai dari ketidakpastian ekonomi dunia hingga dampak perubahan iklim. Dalam situasi seperti ini, posisi menteri-menteri ekonomi membutuhkan orang-orang yang tidak hanya memiliki latar belakang politik yang kuat, tetapi juga kompetensi yang mendalam di bidangnya. Namun, jika posisi ini diisi oleh politisi yang minim pengalaman dalam pengelolaan ekonomi, maka krisis yang kita hadapi akan semakin sulit diatasi.
Di sisi lain, kabinet yang diisi oleh orang-orang dengan kemampuan teknokratis yang kuat namun minim dukungan politik juga tidak sepenuhnya ideal. Tanpa dukungan politik yang memadai, program-program kabinet akan sulit diimplementasikan. Ini menciptakan dilema: bagaimana menciptakan keseimbangan antara kebutuhan akan profesionalisme dengan realitas politik yang menuntut representasi.
Kabinet Transaksional
Dalam sejarah pembentukan kabinet di Indonesia, kita sering kali melihat bagaimana kekuatan politik melakukan negosiasi keras untuk mendapatkan jatah kursi menteri. Situasi ini, yang sering disebut sebagai “politik transaksional,” menjadi sebuah tradisi yang sulit dihindari. Kabinet yang terbentuk dari hasil negosiasi semacam ini berisiko menjadi tidak efektif, karena setiap kebijakan yang diambil harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak dalam koalisi.
Namun, Prabowo dihadapkan pada tantangan untuk membuktikan bahwa kabinetnya tidak sekadar hasil dari negosiasi politik transaksional, melainkan sebuah tim yang benar-benar bekerja untuk kepentingan bangsa. Untuk itu, penting bagi Prabowo untuk menempatkan individu-individu yang memiliki rekam jejak yang jelas dan bersih, serta mampu mengemban tugas dengan baik.
Dalam kaitan ini, konsep Zaken Kabinet yang sering diperbincangkan dalam konteks pemerintahan yang profesional dan teknokratis, mungkin bisa menjadi solusi. Zaken Kabinet menekankan pada pengisian posisi menteri berdasarkan kompetensi dan profesionalisme, bukan sekadar pembagian kekuasaan. Namun, penerapan konsep ini tidak mudah di Indonesia, di mana kekuatan partai politik sangat mendominasi pembentukan kabinet.
Harapan Publik
Publik tentu memiliki harapan yang tinggi terhadap kabinet yang akan dibentuk. Publik menginginkan sosok menteri yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga memiliki integritas tinggi. Menteri-menteri ini diharapkan mampu bekerja dengan cepat, efisien, dan berorientasi pada hasil. Tantangan besar bagi Prabowo adalah bagaimana membentuk kabinet yang mampu menjawab harapan-harapan ini, di tengah tekanan politik dari koalisi yang gemuk.
Publik juga semakin kritis dalam menilai kinerja kabinet. Setiap langkah dan kebijakan yang diambil akan dipantau dan dievaluasi secara ketat. Jika kabinet yang dibentuk hanya menjadi ajang bagi-bagi kekuasaan tanpa memperhatikan kualitas dan integritas, maka kepercayaan publik akan cepat memudar.
Di sinilah pentingnya Prabowo menunjukkan bahwa kabinetnya bukan sekadar representasi dari Koalisi Gemoy, tetapi benar-benar sebuah tim yang siap bekerja untuk masa depan Indonesia. Untuk itu, transparansi dalam proses seleksi menteri, serta komitmen untuk menjadikan profesionalisme sebagai prioritas utama, harus menjadi kunci dalam pembentukan kabinet ini.
Terakhir, Kabinet Ala Koalisi Gemoy adalah cermin dari realitas politik Indonesia pasca Pemilu 2024. Prabowo Subianto dihadapkan pada pilihan yang sulit: apakah ia akan membentuk kabinet yang hanya mengakomodasi kepentingan koalisi, atau berani mengambil langkah progresif dengan membentuk kabinet yang didominasi oleh profesional di bidangnya. Keberhasilan pemerintahan Prabowo tidak hanya ditentukan oleh siapa yang duduk di kursi menteri, tetapi juga oleh seberapa kuat komitmen mereka untuk bekerja demi kepentingan bangsa, bukan sekadar partai.
Di tengah tekanan politik dan ekspektasi publik yang tinggi, Prabowo perlu membuktikan bahwa Koalisi Gemoy tidak hanya sekadar jargon, tetapi sebuah model kabinet yang efektif, profesional, dan benar-benar bekerja untuk masa depan Indonesia. Semoga! (han)