BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Lampu lalu lintas adalah lampu yang dipasang di perempatan atau persimpangan jalan untuk mengatur lalu lintas. Lampu ini yang menandakan kapan kendaraan harus berjalan dan berhenti secara bergantian dari berbagai arah.
Pengaturan lalu lintas di persimpangan jalan bertujuan untuk mengatur pergerakan kendaraan agar dapat bergerak bergantian sehingga tidak saling mengganggu antar-arus yang ada.
Sejarah perkembangan lampu lalu lintas Pada 1868, sinyal lalu lintas jenis semafor dipasang di Parliament Square, London dengan lampu gas merah dan hijau untuk penggunaan pada malam hari.
Dilansir dari laman The Guardian, sinyal lalu lintas pertama ditemukan oleh JP Knight, seorang insinyur persinyalan kereta api. Itu dipasang di luar Gedung Parlemen pada tahun 1868, dengan menampilkan dua lengan semafor yang melambai.
Lengan tersebut memanjang secara horizontal untuk menandakan “berhenti” dan pada posisi sudut 45 derajat untuk menandakan “hati-hati”. Selain itu, digunakan pula lampu merah-hijau yang dioperasikan dengan gas, untuk penggunaan malam hari.
Kemudian pada 1914, lampu lalu lintas modern dengan sistem merah-hijau dipasang di Cleveland, Amerika Serikat. Dikutip dari laman History, lampu lalu lintas listrik pertama di dunia tersebut dipasang di sudut Euclid Avenue dan East 105th Street di Cleveland, Ohio, pada 5 Agustus 1914.
Lampu tersebut terdiri dari empat pasang lampu merah dan hijau yang berfungsi sebagai indikator stop-go. Lampu disambungkan ke sakelar yang dioperasikan secara manual di dalam ruang kendali, Selanjutnya, sinyal lampu lalu lintas tiga warna baru digunakan pada 1918 di New York, dioperasikan secara manual dari menara di tengah jalan.
Di Inggris, lampu jenis ini yang pertama kali muncul di London, tepatnya di persimpangan antara St James’s Street dan Piccadilly, pada tahun 1925. Mereka dioperasikan secara manual oleh polisi menggunakan saklar.
Pada 1926, sinyal otomatis yang bekerja pada interval waktu, dipasang di Wolverhampton. Lalu pada 1932, vehicle-actuated lights pertama di Inggris dipasang di persimpangan antara Gracechurch Street dan Cornhill, London.
Sistem ini kemudian merevolusi penanganan lalu lintas di jalanan kota yang padat dan dipertimbangkan secara serius agar dapat diterapkan secara umum.
Sejarah di balik warna lampu lalu lintas
Penting untuk diketahui bahwa sebelum ada lampu lalu lintas untuk kendaraan di jalan raya, sudah ada lampu lalu lintas untuk kereta api. Dilansir dari laman Reader’s Digest, awalnya perusahaan kereta api menggunakan warna merah untuk “berhenti”, putih yang berarti “jalan”, dan hijau yang berarti “hati-hati”.
Namun ketika lensa kaca merah pada salah satu lampu sinyal terlepas dari soketnya, dan menunjukkan cahaya putih, menyebabkan tabrakan rel.
Akhirnya mereka mengganti warna putih dengan kuning. Namun, perusahaan kereta api menjadikan warna hijau sebagai tanda “jalan” untuk menggantikan lampu putih. Kemudian, kuning dipilih untuk menunjukkan kapan kereta harus berjalan dengan “hati-hati”, sebab ia mudah dibedakan dari warna lain.
Ketika lampu lalu lintas di jalan raya dipasang, standar warna lampu tersebut kemudian ikut diaplikasikan. Kecuali di Jepang, di mana Anda akan menemukan beberapa lampu lalu lintas dengan warna biru yang menggantikan hijau.
Mengapa warna merah berarti berhenti?
Diperkirakan merah dipilih sebagai warna berhenti karena ia telah digunakan selama berabad-abad untuk menandakan “bahaya”.
Dikutip dari laman Connecticut Post, pada 1840-an, perkeretaapian Inggris mengadopsi sistem sinyal bendera, lampu, dan semafor.
Di mana warna merah berarti “bahaya”, putih berarti “keselamatan”, dan hijau berarti “hati-hati”. Pemilihan warna tersebut terinspirasi dari awal industrialisasi, saat mesin pabrik menggunakan warna merah untuk menandakan peralatan “mati” dan “hijau” saat dihidupkan.
Selain itu, secara tradisional merah melambangkan bahaya, dan hijau memberikan pengaruh yang lebih menenangkan. Lalu ilmu optik yang memperkuat pilihan tersebut.
Warna merah juga memiliki gelombang terpanjang dalam spektrum tampak dan kecil kemungkinannya untuk diganggu oleh sumber cahaya lain.
Artinya, saat melewati molekul udara, cahaya merah lebih sedikit tersebar, sehingga dapat menjangkau jarak yang lebih jauh. Itulah sebabnya ketika dalam kondisi kabut atau debu di udara, lampu merah dapat menembus dan terlihat paling baik.