BANDUNG, PASJABAR.COM — Mengenal sejarah bisa di sisi mana saja, salah satunya adalah mengenai surat menyurat tempo dulu yang dikenal dengan “pos”.
Berada di sebelah kanan Gedung Kantor Pusat PT Pos Indonesia di Jalan Cilaki 73. Museum Pos Indonesia kerap dikunjungi oleh masyarakat, khususnya rombongan siswa TK hingga mahasiswa perguruan tinggi saat studi banding atau usai melaksanakan Ujian Tengah Semester.
Di temui beberapa waktu lalu, Indah (24) salah satu pengunjung berkata bahwa ia sempat beberapa kali mengunjungi museum pos, karena memang sebagai seorang pecinta sejarah ia menyenangi benda-benda dan cerita jaman dulu yang juga ia dapatkan di museum ini.
“Saya sudah tiga kali mampir ke Museum Pos Indonesia, senang bisa belajar sejarah pos dan bagaimana orang saling berkirim surat di masa lalu, membuat saya mengetahuinya dengan melihat barang-barangnya langsung,” jelasnya antusias.
Di samping itu Indah juga menambahkan bahwa ia juga dapat melihat kumpulan perangko dari berbagai negara yang menurutnya sangat unik dan memiliki cerita-cerita yang menarik.
“Sayang sekali jika masyarakat yang tinggal di kota Bandung tidak menyempatkan kesini, karena letaknya ditengah kota, dekat taman dan museum yang lain, jadi jangan sampai dilewatkan,” tambahnya siang itu.
Mengenai sejarahnya sendiri, Museum Pos dibuka pada tahun 1931 dengan nama Museum Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT).
Ketika pertama didirikan, sebagian besar koleksinya berupa perangko dari dalam dan luar negeri. Setelah keadaannya yang kurang terawat selama Perang Dunia ke-II, dari tanggal 18 Desember 1980, koleksinya diusahakan untuk dilengkapi lagi dengan melakukan inventarisasi dan mengumpulkan benda-beda sejarah yang harus dijadikan koleksi museum.
Tiga tahun selanjutnya, museum diresmikan Menparpostel pada tanggal 27 September 1983, ketika Hari Bhakti Postel ke-30. Sampai pada masa itu, museum sudah memiliki koleksi benda-benda dan peralatan yang ada hubungannya dengan proses sejarah pos dari masa ke masa, selama lima masa pemerintahan yaitu dari masa Kompeni dan Bataafsche Republiek (1707-1803), masa pemerintahan Daendels (1808-1811), masa pemerintahan Inggris (1811-1816), masa pemerintahan Hindia Belanda (1866-1942), masa Jepang (1942-1945) dan masa Kemerdekaan.
Dengan mengunjungi museum ini juga dapat diketahui bahwa selama masa kemerdekaan, Pos Indonesia sekurang-kurangnya sudah lima kali ganti nama dan ganti lambang. awalnya Jawatan PTT (1945-1961), lalu jadi PN Postel (1962-1965), PN Pos dan Giro (1965-1978), Perum Pos dan Giro (1978-1995,) dan pada tahun 1995 jadi PT Pos Indonesia (Persero).
Pada tahun 2013, Museum pos sudah dilengkapi gadget Win Audio tour guide, yang memudahkan pengunjung, untuk merasakan pengalaman berkeliling museum secara menyenangkan tanpa mengurangi nilai informasi edukasinya.
Audio tourguide adalah seperangkat gadget yang memiliki tombol angka, dimana pengunjung dapat mendengarkan informasi audio, hanya dengan menekan angka sesuai dengan posisi objek pamer. Saat ini di Museum Pos Indonesia terdapat 50 objek audio guide, dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Dengan adanya audio guide ini,diharapkan pengunjung semakin mencintai museum, karena informasi audionya sudah di sesuaikan dengan menambah suasana hiburan, fun dan edukatif.
Untuk mengunjungi Museum Pos Indonesia pengunjung tidak dipungut biaya apapun alias gratis.
Disamping itu juga akan mendapatkan brosur mengenai informasi dari Museum Pos Indonesia.
Adapun jam bukanya setiap hari Senin-Jum’at dari pukul 09:00-16:00 WIB, sementara itu di hari sabtu dari pukul 09:00-13:00 WIB dan libur pada hari minggu. (Tan)