BANDUNG, PASJABAR.COM — Curah hujan meningkat, jumlah pasien demam berdarah dengue (DBD) juga meingkat.
“Berdasarkan data kami, hingga 22 Januari ada peningkatan jumlah pasien DBD, ” ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Bandung, Rosye Arosdiana Apip.
Rosye menyebutkan, Sampai tanggal 22 (Januari), ada 132 kasus. Jumla ini meningkat dibanding awal Januari 2019, yang hanya 48 pasien. “Kota Bandung memang salah satu daerah endemis untuk DBD!” ujar Rosye.
Ia menyebutkan kasus DBD yang terjadi ini, tersebar merata hampir di seluruh wilayah di Kota Bandung. Meski ada peningkatan dari awal tahun, kasus pada awal tahun 2019 ini tergolong yang paling rendah sejak lima tahun terakhir. Berdasarkan Permenkes 1501/2010, jumlah ini belum masuk kategori kejadian luar biasa (KLB).
“Pantauan setiap bulan dalam lima tahun terakhir ini, kasus tersedikit pada bulan Januari dalam 5 tahun terakhir yakni 250 kasus, mudah-mudahan tahun ini berkurang,” ujarnya.
Dikayakannya, jumlah kasus DBD dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir (2010-2018) di Kota Bandung, jumlah kasus tertinggi terjadi pada tahun 2013 yakni 5.736 kasus. Angka ini kemudian turun di tahun 2014 yakni 3.132 kasus. Namum kemudian kembali naik pada tahun 2015 yakni 3.640. Begitu juga pada tahun 2016 naik menjadi 3.880. Namun kemudian kembali turun di tahun 2017 yakni 1786 dan kembali naik di tahun 2018 yakni 2.826 kasus.
Ia mengaku Dinkes terus berupaya mencegah dan menangani pasien DBD. Untuk penanganan, pihaknya sudah meminta fasilitas kesehatan untuk siaga menangani pasien.
Untuk pencegahan, kata dia, Dinkes menjalankan sejumlah program. Program ini langsung disosialisasikan kepada masyarakat.
“Selain penyuluhan yang rutin dilakukan oleh puskesmas, juga sudah dikirimkan surat edaran tentang kewaspadaan dini terhadap DBD, dan pentingnya PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dilakukan kepada seluruh Puskesmas, RS, dan juga aparat kewilayahan (kecamatan) yang ada di kota Bandung,” tuturnya.
Selain ke wilayah, ia mengaku sedang menyasar program pencegahan ke sekolah-sekolah. Pasalnya berdasarkan data tahun lalu, sebagian besar pasien DBD adalah anak sekolah.
“Data 2018, 40 persen kasus DBD yg terjadi, umur 5-14 tahun, jadi umur anak sekolah. Ini yang sedang kita cari (penyebabnya),” kata dia.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, ia mengatakan Dinkes sedang giat sosialisasi ke sekolah. Dalam waktu dekat, pihaknya mengundang kepala sekolah SD dan SMP untuk menggalang komitmen gerakan PSN di sekolah.
“Dengan begitu, kamu berharap lingkungan sekolah bisa aman dan terlindungi dari penyakit DBD,” tambahnya.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk gencar melaksanakan gerakan 3M plus yakni menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang-barang bekas yang tidak digunakan yang berpotensi menampung air menjadi sarang nyamuk. “Tidak cukup dengan 3M saja, kami sarankan, supaya tambahan (plus) yakni dengan menggunakan lotion anti nyamuk atau menyimpan tanaman anti nyamuk,” pungkasnya. (put)