BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) “Wyata Guna” Bandung menegaskan jika pihaknya tidak pernah melakukan pengusiran dan pemaksaan terhadap sebagian penerima manfaat (PM) di Balai.
“Tidak ada pemaksaan. Yang ada adalah sejumlah PM memang sudah sampai pada akhir masa layanan rehabilitasi atau terminasi. Kebijakan terminasi merupakan bagian dari proses panjang, dan sudah melalui asesmen dan sesuai ketentuan yang ada,” kata Kepala BRSPDSN “Wyata Guna” Bandung Sudarsono, dalam siaran persnya kepada Pasjabar, Kamis (22/8/2019).
Ia menjelaskan, kriteria PM yang mengalami terminasi adalah PM yang berdomisili di sekitar Bandung (yang banyak berdiri institusi perguruan tinggi); telah menyelesaikan jenjang pendidikan formal 12 tahun (dan tidak dapat mempertanggungjawabkan perkuliahannya) dan mereka yang beralih status menjadi kelas karyawan.
Kemensos mendukung kebijakan pemerintah di bidang pendidikan yang terkait wajib belajar 12 tahun. “Atas dasar hal tersebut, terminasi dilakukan bagi PM formal yang telah menyelesaikan pendidikan sampai dengan tingkat SMALB dan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan tinggi,” katanya.
Sudarsono mengatakan, masa pembinaan terhadap mereka berakhir pada Juni 2019. “Namun, kami masih toleransi sampai Juli 2019. Nah setelah masuk bulan Agustus, karena masa layanan sudah berakhir, tentu kami hentikan layanannya,” katanya.
Selanjutnya mereka diminta secara persuasif untuk meninggalkan balai, karena cukup banyak penyandang disabilitas yang menunggu untuk mendapat layanan. Wyata Guna memiliki jangkauan minimal 10 Provinsi di Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Sosial RI No. 29 Tahun 2019.
“Kami punya daftar pemohon layanan cukup banyak dan di antara waiting list ini ada yang menunggu selama 5 tahun. Jadi kami tidak mengada-ada,” kata Sudarsono.
Sudarsono juga mengklarifikasi pemberitaan yang menyatakan tanah dan aset di lokasi BRSPDSN “Wyata Guna” Jalan Pajajaran No. 51 dan 52, Bandung bukan milik Kemensos
“Pemberitaan ini tidak benar. Kementerian Sosial RI sudah meminta penjelasan resmi kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI, dan dapat kami pastikan bahwa kami mengantongi bukti sah berupa sertifikat kepemilikan atas tanah dan aset di lokasi BRSPDSN “Wyata Guna” Jalan Pajajaran No. 51 dan 52, Bandung,” kata Sudarsono.
“Jadi dengan demikian, masalah tanah sudah clear and clean. Ke depan, di atas lahan tersebut, Kemensos RI akan mengembangkan Balai Rehabilitasi Sosial Disabilitas Terpadu berstandar internasional,” katanya.
Sudarsono menyatakan, Kemensos dan pemda sudah bekerja mencari solusi untuk kepentingan masyarakat penyandang disabilitas.
Pada 12 Agustus lalu, Dinas Sosial Provinsi Jabar menginisiasi rapat untuk membahas BRSPDSN “Wyataguna” terkait perubahan statusnya dari panti menjadi balai. Hadir dalam pertemuan ini perwakilan Dinas Pendidikan, BRSPDSN “Wyataguna”, Biro Yanbangsos, Pertuni dll.
Dinas Pendidikan berkomitmen untuk merencanakan pembangunan sarana pendidikan berkebutuhan khusus dengan konsep boarding school yang dilengkapi pengasramaan. “Dinas Sosial Provinsi Jabar juga merencanakan pembangunan panti sosial yang melayani semua penyandang disabilitas termasuk sensorik netra,” kata Sudarsono.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Margowiyono menyatakan, pengembangan layanan terpadu nasional ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah meningkatkan pelayanan kepada penyandang disabilitas.
“Tentu kami terlebih dahulu perlu menyusun rencana cermat, termasuk kajian dari berbagai aspek sebelum sampai pada pembangunan fisik,” kata Margo, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Margo menambahkan, Kemensos telah memberikan hak pinjam pakai kepada SLBN A Kota Bandung, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara dengan tidak mengubah fungsi dari pelayanan rehabilitasi sosial.
Menurut Margo, hal ini sesuai dengan permintaan Yayasan SLBN A Kota Bandung untuk melakukan pinjam pakai melalui surat Nomor 4 tahun 2019 tertanggal 18 Januari 2019. Dalam perkembangannya, kata Margo, pemerintah Provinsi Jawa Barat mengirimkan surat permohonan hibah tanah 15.000 m2 dengan surat Nomor 032/2942/BKD/07/2019 tanggal 9 Juli 2019.
“Kementerian Sosial telah merespon surat permohonanan hibah tersebut dengan Surat Tanggapan Atas Hibah Tanah dan Bangunan Jalan Pajajaran No. 51 dan 52, dengan surat No. 96.MS/C/07/2019 pada tanggal 25 Juli 2019,” kata Margo.
Pada surat tanggapan tersebut, antara lain Kementerian Sosial menyatakan, bahwa tanah dan bangunan yang berlokasi di Jalan Pajajaran Nomor 51 dan 52 tercatat sebagai milik Kementerian Sosial.
Di bagian lain, Sudarsono menyatakan pembinaan terhadap penyandang disabilitas tidak hanya menjadi tanggungjawab Kemensos. Pihak lain yang juga punya kontribusi adalah orangtua, keluarga, masyarakat dan pemerintah daerah.
Senada dengan hal itu, Komisioner Ombudsman RI Ninik Rahayu menyarankan agar Kemensos dan Pemprov Jabar duduk bersama membahas masalah ini, khususunya mengenai masalah yang muncul akibat dari perubahan status Wyata Guna dari panti menjadi balai. “Carilah solusi terbaik,” kata Ninik saat meninjau lokasi, Jumat (16/8/2019) lalu.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil sependapat dengan usulan Ombudsman. Gubernur menyatakan, sedang mencari waktu bertemu Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita membahas polemik tersebut. “Saya sedang mencari waktu bertemu dengan Pak Menteri di waktu dekat membicarakan banyak hal, salah satunya Wyata Guna,” kata Gubernur. (*/tie)