BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Sakola Ra’jat Iboe Inggit Garnasih kembali menggelar kegiatan ‘Bulan Cinta Ibu Bangsa Inggit Garnasih’. Ini merupakan tahun keenam kegiatan ini digelar.
Salah satu rangkaian kegiatannya adalah ‘Menulis Surat Cinta untuk Ibu Bangsa Inggit Garnasih’. Kegiatan ini diikuti siswa SMP Pasundan 1 Bandung pada Jumat (14/2/2020).
Kegiatan diawali dengan pemaparan soal sosok Inggit Garnasih oleh Tito Asmarahadi yang merupakan cucu angkatnya. Ia menjelaskan bagaimana sosok Inggit sejak muda, menjadi istri Ir. Soekarno alias Bung Karno dalam kurun 1923-1943, hingga akhirnya meninggal dalam usia 93 tahun.
Setelah itu, para siswa diajak untuk menulis ungkapan cinta hingga harapannya terhadap sosok Inggit. Dengan serius, para siswa pun menuliskan apa yang ada dalam benaknya di atas secarik kertas yang sebelah kirinya terdapat foto Inggit.
Setelah selesai, surat kemudian dikumpulkan. Kegiatan itu lalu ditutup dengan foto bersama di area lapangan sekolah.
Penanggung Jawab Sakola Ra’jat Iboe Inggit Garnasih Gatot Gunawan mengatakan kegiatan menulis surat cinta itu adalah yang keempat kali digelar secara rutin sejak 2017. Sasarannya adalah para siswa. Pelaksanaannya pun memilih lokasi berbeda setiap tahun.
Ada alasan khusus kenapa kali ini kegiatan tersebut digelar di SMP 1 Pasundan. Sebab, bangunan sekolah itu adalah bangunan bersejarah. Bangunan ini diresmikan organisasi Pasundan Istri (PASI) pada 1932.
PASI sendiri didirikan Raden Emma Poeradiredja, seorang pelopor kesetaraan dari Tanah Pasundan. Organisasi ini selanjutnya berkembang memperjuangkan dan mengusahakan kemerdekaan Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda.
“Kenapa sekarang dilaksanakan di SMP Pasundan 1, kami menilai ada kesamaan cita-cita dan perjuangan yang dilakukan Ibu Inggit Garnasih dengan Pasundan Istri yang dimotori Ibu Emma Poeradiredja meski dengan cara yang berbeda. Tapi, hakikatnya adalah sama, wanita yang sama-sama berjuang untuk melepaskan diri dari belengu penjajah,” kata Gatot.
Ia lalu memaparkan kenapa kegiatan menulis surat rutin digelar di setiap Bulan Cinta Inggit Garnasih. “Menulis surat ini merupakan media alternatif mengenalkan kiprah Ibu Inggit kepada remaja,” ucapnya.
“Dengan mendengarkan pemaran tentang kisah Ibu Inggit terlebih dahulu, para siswa-siswi yang terlibat lalu mengasah imajinasi dan kreativitasnya dalam bentuk tulisan sebagai bentuk ungkapan cintanya kepada Ibu Inggit,” tutur Gatot.
Alasan lainnya, menulis surat menjadi sarana bagi siswa untuk membiasakan diri berkomunikasi atau menuangkan pikiran melalui kertas. Sebab, zaman sekarang orang lebih cenderung menggunakan gawai ketimbang menulis di atas kertas.
Sementara itu, Wakasek Kesiswaan SMP Pasundan 1 Bandung Ati Rohaeti mengapresiasi kegiatan tersebut. Ia berharap para siswa memetik pelajaran penting dari sosok dan perjuangan serta kisah hidup Inggit Garnasih.
“Saya sangat mendukung kegiatan ini. Sehingga, anak-anak bisa lebih paham soal sejarah dan nilai kejuangannya (Inggit Garnasih) dan diteladani para siswa, bila perlu diteruskan,” ujar Ati.
Ia sendiri memandang Inggit sebagai sosok penting di balik matangnya Soekarno sebagai pejuang. Ia bahkan menyebut tak salah Bung Karno menjadikan Inggit sebagai pendamping hidup meski pada akhirnya harus kandas alias bercerai.
“Saya yakin tidak salah yang namanya tokoh proklamator kita (Soekarno) menggaet Ibu Inggit yang memiliki sikap juang semangat 45 yang begitu tinggi. Sehingga ini juga perlu diteruskan generasi penerus tsupaya nilai-nilai (pelajaran dari sosok Inggit) itu bisa terus ada dan menjiwai semangat,” pungkas Ati. (ors)