BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Sejumlah sekolah di Jawa Barat sudah menggelar kegiatan belajar mengajar secara tatap muka. Artinya, guru dan siswa kembali hadir di kelas.
Kondisi ini cenderung dipaksakan di tengah pandemi COVID-19 yang belum berakhir. Sebab, risiko penularan COVID-19 tetap terbuka meski protokol kesehatan dijalankan.
Lalu, kenapa sekolah tatap muka dipaksakan? Menurut Kadisdik Jawa Barat Dedi Supandi, sekolah tatap muka tidak dilakukan di semua sekolah. Bahkan, mayoritas justru masih memberlakukan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Pemprov Jawa Barat sendiri hanya memiliki kewenangan untuk sekolah tingkat SMA dan sederajat. Izin untuk menggelar kegiatan belajar tatap muka pun hanya diberikan untuk sekolah yang masuk kategori hijau atau bebas COVID-19.
“Untuk sekolah tatap muka itu kita lakukan di zona hijau kecamatan, ada 228 zona hijau (di Jawa Barat),” ujar Dedi.
Dari 228 zona hijau itu, verifikasi dilakukan. Sehingga, total hanya ada 71 sekolah yang bisa mengajukan izin menggelar kegiatan belajar tatap muka.
“Dari 71 sekolah ini, teman-teman di cabang dinas dan pengawas mengajukan kembali (izin menggelar sekolah tatap muka) kepada gugus tugas. Dari 71 sekolah ini, ada yang sudah diizinkan, tapi ada juga yang belum dapat izin dari gugus tugas,” ungkapnya.
Ia sendiri belum tahu persis berapa sekolah yang menjalankan tatap muka di Jawa Barat. Namun, ia menegaskan izin tak bisa didapat dengan mudah. Sebab, ada berbagai indikator yang jadi penentu pemberian izin selain penerapan protokol kesehatan, termasuk mempertimbangkan akses internet.
“Insya Allah akan kita pantau terus karena indikatornya sangat ketat. Bukan hanya karena zona hijau, tapi kita juga membuka sekolah tatap muka di sekolah yang punya konektivitas (internet) rendah,” tandas Dedi. (ors)