BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Dosen Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Unpad, Dr. drg. Risti Saptarini Primarti, Sp. KGA (K) mengungkapkan, kebiasaan anak bernapas melalui mulut dapat menimbulkan sejumlah dampak buruk bagi anak.
“Jadi kita membiasakan anak bernapas lewat hidung itu sejak dini,” kata Risti, dikutip PASJABAR dari laman Unpad, Sabtu (27/11/2021).
Caranya, kata Risti salah satunya harus dilakukan sejak dini yaitu posisi menyusui bayi harus benar. Proses menyusui bayi yang benar, ibu dalam posisi duduk, bayi diletakkan pada pangkuan ibu, dan kepala bayi terletak pada posisi 45-70 derajat terhadap payudara ibu. Jika posisi bayi telentang, dapat menimbulkan celah pada rongga mulut sehingga bayi dapat bernapas lewat mulut.
“Jangan sampai menyusui bayi dalam posisi bayi telentang atau tidur, karena itu tidak baik dalam proses tumbuh kembang rahangnya,” sambung Risti.
Selain itu, jika bayi atau anak tidur dengan mulut terbuka, sebaiknya dibantu tangan orang tua untuk mengatupkan mulutnya.
Dampak negatif
Jika anak sering bernapas melalui mulut, dampak negatifnya akan menimbulkan gangguan tumbuh kembang gigi dan rahang atau maloklusi. Hal ini terjadi, karena ada hubungan fungsi rongga mulut atau fungsi oral dengan tumbuh kembang gigi dan rahang.
“Fungsi bernapas, fungsi penenelanan, fungsi pengunyahan itu sangat berkorelasi dengan tumbuh kembang gigi dan rahang. Jadi kalau ingin giginya terlihat rapi dapat berfungsi dengan baik, ketiga fungsi ini juga harus berjalan baik sejak lahir,” imbuh Risti.
Risti menjelaskan, rongga mulut merupakan gerbang utama masuknya nutrisi. Rongga mulut yang sehat juga, baik bagi tumbuh kembang anak. Untuk itu, penting untuk mempertahankan fungsi rongga mulut yang ideal.
Lebih lanjut, Risti mengatakan kebiasaan bernapas lewat mulut, juga dapat mengakibatkan udara yang masuk tidak difiltrasi rongga hidung. Mengganggu kualitas tidur dan mengganggu sistem tubuh. Kualitas hidup anak pun, dapat terganggu.
Selain faktor kebiasaan, bernapas lewat mulut juga dapat diakibatkan karena adanya hambatan di saluran napas atau gangguan anatomi. Seperti bibir yang pendek atau terdapat penyumbatan di hidung.
Untuk itu, hambatan tersebut perlu ditangani terlebih dahulu dokter telinga hidung tenggorokan (THT). Jika hambatan sudah diperbaiki, penanganan akan dilanjutkan dokter gigi anak untuk menghilangkan kebiasaan bernapas lewat mulut.
“Jadi biasanya dokter gigi akan bekerja sama dengan dokter-dokter lain, untuk merawat pasien ini,” pungkas Risti. (ytn)