BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM– Ketua Forum Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri (FGHBSN) Nasional, Rizki Safari Rakhmat menanggapi terkait penghapusan guru honorer tahun 2023.
Rizki mengatakan bahwa harus ada solusi khususnya di bidang GTK dalam menyelesaikan permasalahan guru dan tenaga kependidikan honorer dengan mengangkat status kepegawaiannya menjadi ASN agar meningkatkan kesejahteraannya dan pengembangan kompetensinya.
“Jangan sampai tersisa honorer yang diberhentikan tugasnya karena penghapusan honorer, ini berdampak kepada mata pencaharian selama mengabdikan dirinya menjadi honorer di instansi pemerintah,” terangnya kepada PASJABAR, Jum’at (4/2/2022).
Ia melanjutkan bahwa pengangkatan menjadi PPPK melalui seleksi PPPK Guru harus dievaluasi total, karena selama ini perjalanannya menimbulkan beberapa permasalahan.
“Pertama, jumlah guru honorer di sekolah negeri yang lulus tahap 1 dan 2 baru mencapai 290 ribu sekitar 30 persen dari total kebutuhan 1 Juta kuota PPPK Guru,” ujarnya.
Ke dua, sambung dia, terjadinya migrasi guru dari guru swasta menjadi PPPK di sekolah negeri yang mengakibatkan sekolah swasta kekosongan guru serta guru honorer di sekolah negeri yang belum lulus seleksi terancam tergantikan posisinya oleh guru swasta yang menjadi PPPK.
“Ke tiga, masalah kebutuhan kuota PPPK secara nasional dengan pengusulan formasi dari setiap pemda belum sesuai secara kuantitatif dan belum representatif sebaran tiap mata pelajaran atau bidangnya seperti guru bahasa asing, guru agama, dan bahasa daerah,” tuturnya.
Terakhir, ucap Rizki adalah masalah gaji dan tunjangan PPPK, harus ada ketegasan kebijakan anggaran dalam hal ini siapa yang bertanggungjawab sepenuhnya. Oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan atau keduanya.
“Pada tahun 2022 ini, harus segera dilakukan pengangkatan honorer menjadi ASN. Jika terjadi tarik ulur dalam pelaksanaannya, kami khawatir pada tahun 2023 pemerintah masih belum bisa menyelesaikan honorer yang akan berdampak pada tersisanya honorer yang belum menjadi ASN dan terancam PHK,” ucapnya.
“Selain itu, pemerintah pusat dan daerah pun belum mampu menjamin pemerataan kebutuhan Guru dan Tenaga Kependidikan ASN secara merata,” pungkasnya. (tiwi)