BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Legenda balap motor Indonesia asal Jawa Barat Tjetjep Heriyana, menjadi salah satu pebalap yang disegani di Asia Tenggara di era 1970-an.
Kecintaan Tjetjep kepada balap motor sudah muncul sejak usia 13 tahun. Ia secara otodidak belajar banyak hal untuk mengasah kemampuan balapnya. Salah satunya belajar ke Jerman dan Italia untuk belajar banyak hal mengenai mesin motor.
Ada banyak trofi yang Tjetjep raih selama berkarier sebagai pebalap motor. Ketika ditanya jumlah medali dan trofi yang pernah diraih, ia mengaku tidak ingat seratus persen.
“Sekitar 110 medali. Tapi, sekarang cuma ada 10 kalau tidak salah,” katanya.
Prestasi tertinggi Tjetjep adalah juara 3 Grand Prix Macau pada 1970.
“Dulu saya pernah juara tiga di Macau,” katanya.
Empat tahun berselang, Tjetjep terpaksa pensiun dari dunia balap motor. Kecelakaan di GP Batu Tiga, Kuala Lumpur, Malaysia, memastikan kondisi fisiknya tidak dapat lagi beradu cepat motor di sirkuit.
Meski begitu, Tjetjep tidak pernah betul-betul meninggalkan dunia balap motor sepenuhnya. Ia masih mengikuti perkembangan dunia balap motor, mulai dari pebalap yang beradu cepat di MotoGP, perkembangan mesin motor balap, sampai Sirkuit Mandalika.
Apalagi, kata Tjetjep, pebalap-pebalap motor Indonesia pada 1970-an selalu diperhitungkan negara lain.
” Tahun 70-an, 68 sampai 70 lebih, di Asia Tenggara, pebalap Indonesia paling jago, paling ditakutin. Pebalap Indonesia berani dan bagus-bagus,” kenangnya. (*/ytn)