BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Peneliti di Observatorium Bosscha Muhammad Yusuf mengatakan, Observatorium Bosscha bertugas menyampaikan hasil perhitungan, pengamatan, dan penelitian tentang hilal kepada unit pemerintah yang berwenang jika diperlukan sebagai masukan untuk sidang isbat di Indonesia.
Sementara pihak yang berwenang menentukan awal Ramadan dan Syawal, yakni pemerintah Republik Indonesia melalui proses sidang isbat.
Kegiatan pengamatan bulan sabit oleh Observatorium Bosscha ditujukan untuk meneliti ambang visibilitas (kenampakan) bulan sebagai fungsi dari elongasi dan ketebalan sabit bulan, dan juga dalam rangka rukyatul hilal bulan Ramadan 1443 H. Rukyatul hilal dilakukan pada sore hari dan deteksi sabit bulan dilakukan setelah Matahari terbenam. Sabit yang tampak setelah Matahari terbenam ini disebut sebagai hilal.
Dalam praktiknya, tim peneliti Observatorium Bosscha ITB melakukan pengamatan dengan teknik olah citra digital. Berawal dari foton yang datang dari matahari kemudian dipantulkan oleh bulan dan tertangkap oleh teleskop kemudian terekam oleh kamera dan diubah menjadi elektron lalu ditumpuk. Citra yang ditangkap oleh kamera kemudian diproses menggunakan perangkat pengolahan citra untuk meningkatkan kontras tampilan sabit bulan.
Instrumen yang digunakan untuk pengamatan :
- Teleskop teleskop fokus 530 mm dan diameter 106 mm berjenis refraktor yang dilengkapi detektor kamera berbasis CCD
- Kamera video astronomi dengan kecepatan 80 fps. kombinasi teleskop dan kamera 0,6 derajat x 0,34 derajat
- Filter (penapis cahaya) merah gelap 750 nm dan pengamatan multi panjang gelombang dengan filter biru.
- Sistem penggerak dengan akurasi dan presisi tinggi (orde ketelitian 1 detik busur)
- Baffle untuk mengeliminasi cahaya selain dari bulan (p = 2m)
Beberapa parameter dalam pengamatan bulan sabit di antaranya waktu konjungsi, matahari terbenam, bulan terbenam, umur bulan, jeda terbenam, ketinggian bulan, elongasi bulan, dan iluminasi bulan.
Yusuf juga menyampaikan beberapa tantangan yang dihadapi oleh tim peneliti Bosscha saat mengamati hilal. Tantangan itu di antaranya, pertama kondisi bulan sabit yang sangat tipis sehingga sulit dideteksi.
“Tebal bulan sabit menjadi faktor utama pendeteksiannya karena semakin tebal bulan sabit maka semakin banyak cahaya yang dipantulkan ke mata dan semakin mudah dideteksi begitu juga sebaliknya,” tuturnya seperti dikutip PASJABAR dari laman itb, Rabu (13/4/2022).
Kedua, kontras yang rendah akibat refraksi atmosfer ketika kondisi benda langit berada di sekitar ufuk. Ketiga, cuaca (uap air karena kita di negara tropis) terutama di daerah Jawa Barat di mana waktu yang tepat mengamati hilal dan seharusnya di pagi-siang hari, akan tetapi terkendala kondisi hujan. Keempat, geometri matahari-bumi-bulan karena setiap bulan tidak menunjukan konfigurasi yang sama. (*/ytn)