BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Sejak diberlakukannya sistem zonasi, beberapa SMP swasta di Kota Bandung sepi peminat. Salah satunya adalah SMP PGRI 2 Cidadap, yang meskipun dimiliki kuota 93 siswa untuk satu angkatan namun hanya bisa terisi 37 orang siswa.
“Sekarang hanya ada dua kelas untuk satu angkatan, atau sekitar 17 orang satu kelasnya,” ujar Kepala SMP PGRI 2 Cidadap, Edi Suwanto, kepada wartawan Kamis (3/8/2023).
Untuk Kuota Rawan Meneruskan Pendidikn (RMP), Edi mengatakan, pihaknya mendapatkan kuota sebanyak 63 siswa. Namun hanya terpakai 6. Itupun harus dikurangi dua orang, karena mereka memilih pindah ke sekolah negeri.
“Saat proses PPDB online, kami menerima 6 orang siswa, dikurangi dua karena pindah sekolah. Namun, lewat jalur offline kuota RMP bia terpenuhi hingga 20 kursi,” tambahnya.
Edi mengatakan, jalur zonasi ini memang kurang menguntungkan bagi SMP swasta di Bandung. Terlebih dengan juknis yang diberlakukan sekarang.
“Untuk itu, saya berharap PPDB dikembalikan menjadi sistem NEM, atau jika ingin terus menggunakan sistem zonasi, maka juknisnya harus diperbaharui. Jadi jika sudah ditetapkan tanggal untuk penutupan PPDB online, jangan ada lagi perpanjangan apalagi menggunakan sistem offline,” paparnya,
Edi juga mengeluhkan penurunan Honorarium Peningkatan Mutu (HPM) bagi guru honorer. HPM untuk guru yang semula Rp1,5 juta, sekarang menajdi Rp500 ribu. Untuk tenaga TU, yang awalnya Rp1,5 juta, sekarang menjadi Rp400 ribu. Sedangkan untuk tenaga kebersihan yang sebelumnya Rp1,2 juta sekarang jadi Rp300 ribu.
“Itu juga masih belum cair,” terangnya.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi D DPRD Kota Bandung Heri Hermawan mengatakan, kurangnya siswa ke SMP swasta lantaran orang tua masih ‘negeri minded’.
“Seharusnya dari pihak Disdik memberikan sosialisasi, bahwa sekolah di swasta juga sama mendapat bantuan. Sehingga tidak mengeluarkan biaya untuk sekolah,” terangnya.
Di sisi lain, lanjut Heri, pihak sekolah juga harus memberikan pelayanan memuaskan, dari segi sarana dan prasarana juga dari SDM tenaga pengajar,” tuturnya.
Sehingga, jika orang tua tidak keukeuh ingin menyekolahkan anaknya di negeri, maka tidak harus membangun sekolah negeri baru. Namun bisa memanfaatkan sekolah swasta.
“Kita bisa memaksimalkan sekolah swasta yang sekarang sudah ada. Sehingga tidak harus ke negeri. Karena jika semua orang mendaftar ke negeri, maka dikhawatirkan swasta akan tutup,” tuturnya.
Padahal, menurutnya keberadaan sekolah swasta sangat berguna, sebagai penunjang keberadaan sekolah negeri. (put)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) kembali menunjukkan komitmennya terhadap pelestarian lingkungan melalui program…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana mengumumkan keputusan terkait keberlanjutan Sistem…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Satreskrim Polres Cimahi berhasil membongkar sindikat pembuatan uang palsu di sebuah rumah…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Sebuah rumah di kawasan Jalan Gegerkalong Girang, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, tertimbun…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Badan Pangan Nasional (Bapanas) melaporkan bahwa harga sejumlah komoditas pangan mengalami fluktuasi…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM-- Erna Sari Gusmaati, atau akrab disapa Erna, adalah seorang gadis penuh semangat yang…