BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Reses masa sidang ke II tahun 2023 kali ini, masyarakat Kota Bandung banyak mengeluhkan masalah sampah. Hal ini dirasakan oleh salah seorang anggota DPRD Kota Bandung dari Daerah Pemilihan (Dapil) 1, Juniarso Ridwan.
“Kalau bisanya, reses yang dikeluhkan adalah masalah infrastruktur. Kalau sekarang, lebih banyak masalah sampah. Walaupun memang masalah infrastruktur juga tetap menjadi perhatian. Namun, tidak sebanyak biasanya,” tutur politisi Partai Golkar ini.
Juniarso mengatakan, masyarakat banyak mengeluhkan mengenai sampah di Kota Bandung yang menumpuk di rumah dan lingkungannya. Sedangkan untuk pengelolaan sampah dengan KangPiman (Kurangi, Pisahkan, dan Manfaatkan) ternyata masih belum tersosialisasikan dengan baik.
“Banyak warga yang tidak paham benar mengenai KangPisman ini. Hal ini karena kurangnya sosialisasi dari Pemkot Bandung kepada warganya,” sesal Juniarso.
Walaupun memang, menurut Juniarso, penanggulangan sampah dengan menggunakan sistem KangPisman tidak serta merta efektif bagi semua kakalangan warga Kota Bandung.
“Tidak semua siap dengan sistem ini (KangPisman, red). Terutama mereka yang tinggal di pemukiman padat penduduk di mana mereka tidak mempunyai cukup lahan untuk menjalankan KangPisman,” tambahnya.
Demikian juga dengan Loseda dan magot, sangat tidak memungkinkan, karena menimbulkan bau tidak sedap. Sedangkan jarak dari satu rumah dengan rumah lainnya sangat dekat, sehingga sangat menggangu.
Program KangPisman Tak Mudah Diterapkan
Dari sini, lanjut Juniarso, bisa diambil kesimpulan secara budaya, program KangPisman ini tidak mudah diterapkan. Sehingga tidak akan bisa menjadi solusi masalah sampah sekarang ini.
“Sistem ini, hanya memungkinkan di beberapa wilayah saja, yang memang dari sisi luas wilayah memungkinkan. Sementara di wilayah lainnya, mungkin saja tidak bisa mengikuti program ini,” jelasnya.
Karenanya, untuk penyelesaian sampah dalam jangka pendek, dibutuhkan sosialisasi menyeluruh terhadap warga. Di sisi lain, pemerintah seharusnya menyiapkan solusi lain untuk masyarakat yang tidak mempunyai lahan.
Untuk penyelesaian jangka panjang, sambungnya, yang dibutuhkan sekarang adalah teknologi untuk mengatasi masalah sampah.
“Kita harus segera memutuskan akan menggunakan teknologi seperti apa untuk mengatasi amsalah sampah ini. Karena kan sebenarnya tekologinya banyak. kita hanya tinggal menyesuaikan mana yang paling pas dengan kebutuhan kita,” papar Juniarso.
“Masalah ketersediaan sampah yang belum medai ketika kita menggunakan teknologi insenerator, masih menjadi kendala yang belum visible. Termasuk di dalamnya harga tiping fee dan harga jual KWH listrik ke PLN,” paparnya.
Juniarso emnegaskan, untuk pembangunan PLTSa, masih membutuhkan waktu dan perjalanan yang panjang. Karena jika sudah dibangun, dibutuhkan sampah, dan air yang banyak, yang awalnya akan menyedot dari Bojongsoang.
“Selain itu, harus dihitung lagi kelayakannya, dan harus dilihat lagi dengan kondisi sekarang, apakah PT Brill sebagai pemenang lelang pembangunan PLTSa, masih sanggup untuk melaksanakan pembangunan atau tidak,” bebernya.
Disinggung masalah dana yang dianggarkan untuk pengolahan sampah di APBD Perubahan ini, Juniarso mengatakan, Pemkot Bandung menggangarkan Rp46,7 miliar selama 3 bulan.
“Angaran ini diantaranya digunakan untuk 151 kelurahan sebanyak Rp31,9 miliar. Penjaga TPS di 30 kecamatan sebesar Rp900 juta. Penyediaan loader sebanyak 1 unir seharga Rp2,4 miliar, self loader Rp2,6 miliar, operasional mesin gibrig sampah di 10 TPS senilai Rp2,9 miliar, dan pengolahan sampah organik di Gedebage Rp3,2 miliar,” terangnya. (put)