BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM— Pengadilan Negeri (PN) Bandung dan tim hukum ahli waris kembali gagal melakukan konstatering atau pencocokan objek lahan dalam sengketa tanah di persil 40, yang kini ditempati perumahan elit Tatar Pitaloka Kota Baru Parahyangan.
Kegiatan pencocokan lahan sedianya digelar pada Rabu, 16 Mei 2024. Namun, juru sita PN Bandung dan tim hukum ahli waris menghadapi keberatan dari pengacara PT. Belaputera Intiland, pengelola Kota Baru Parahyangan, sehingga konstatering ini kembali gagal.
“Kita gagal lagi untuk ketigakalinya. Upaya konstatering pertama dan kedua batal karena kuasa hukum Kota Baru Parahyangan tidak hadir. Terus sekarang yang ketiga mereka minta gak dilaksanakan,” kata Perwakilan Kuasa Hukum pihak ahli waris, Moch Harri Besar, Kamis (16/5/2024) kemarin.
Gagalnya upaya konstatering ketiga dinilai sebagai bentuk upaya menghalangi tugas negara dan keputusan hukum, yang bisa dijerat secara pidana.
Dalih yang digunakan untuk tidak melakukan konstatering adalah Penetapan Non Eksekutabel Nomor 305/Pdt.G/1972/PN.Bdg tanggal 25 September 2008, yang telah dinyatakan palsu dalam putusan PN Bandung nomor 305/1972/C/Bdg tanggal 22 Februari 2024.
“Kuasa hukum Kota Baru Parahyangan menilai bahwa putusan Non Eksekutabel Nomor tahun 2008 itu sah, padahal dalam putusan terbaru tahun 2024 itu tidak sah,” papar Harri Besar.
Harri mendorong PN Bandung untuk mengambil tindakan hukum tegas terhadap manajemen Kota Baru Parahyangan karena selalu menghalangi pencocokan lahan, yang diperlukan untuk mengetahui batas-batas wilayah masing-masing pihak.
“Kami mendorong PN Bandung untuk mempidanakan pihak-pihak terkait. Karena konstatering ini dilaksanakan oleh PN Bandung, kalau ini dihalangi, marwah pengadilan jatuh dilecehkan oleh mereka,” pungkasnya.
Sebelumnya, pengembang perumahan elit Kota Baru Parahyangan menilai langkah PN Bandung dan tim hukum ahli waris melakukan konstatering atau pencocokan objek sebelum eksekusi lahan tidak sah secara hukum.
Mereka berdalih pada putusan Pengadilan Negeri Bandung yang menyatakan bahwa sengketa lahan tersebut tidak bisa dieksekusi atau Non Eksekutabel sesuai Dokumen Penetapan Non Eksekutabel Nomor 305/Pdt.G/1972/PN.Bdg. Dengan demikian, Kota Baru akan mengajukan keberatan terhadap upaya pencocokan lahan.
“Kami nilai ini gak absah secara hukum karena sudah ada putusan Non Eksekutabel jadi gak bisa dieksekusi,” kata Kuasa Hukum Kota Baru Parahyangan, Titus Tampubolon, Selasa 14 Mei 2024 lalu.
Terkait keabsahan putusan non eksekutabel yang disebut putusan palsu, Titus memastikan bahwa dokumen tersebut telah beberapa kali dilegalisir di PN Bandung. Jika benar demikian, pihaknya menantang ahli waris untuk memperkarakan ke jalur hukum.
“Kalau putusan non eksekusi ini dianggap palsu, silahkan laporkan kami. Toh kita sudah beberapa kali lakukan legalisir dan ada arsipnya di pengadilan,” jelasnya.
Menurutnya, sengketa lahan yang diputuskan MA tidak ada kaitannya dengan PT Belaputra Intiland, melainkan sengketa antar ahli waris. Adapun Kota Baru sendiri telah membeli tanah tersebut dari sejumlah masyarakat dengan bukti dokumen kepemilikan resmi.
“Kami tidak bersengketa dengan ahli waris, mereka lah yang saling gugat soal tanah tersebut. Sekarang lahan ini sudah dikuasai Kota Baru dengan dokumen yang jelas,” jelas Titus.
Titus juga menegaskan bahwa lokasi Tatar Pitaloka bukanlah tanah yang disengketakan. Ia mengatakan ahli waris tidak bisa menunjukkan data-data terkait tanah yang disengketakan tersebut.
“Berdasarkan ketetapan tangal 25 September 2008, sudah dipastikan bukan di situ tempatnya. Mereka juga tidak bisa menunjukan bukti-bukti syah atas batas tanah maupun data lainnya,” ujarnya. (uby)