CLOSE ADS
CLOSE ADS
PASJABAR
Rabu, 5 November 2025
  • PASJABAR
  • PASBANDUNG
  • PASPENDIDIKAN
  • PASKREATIF
  • PASNUSANTARA
  • PASBISNIS
  • PASHIBURAN
  • PASOLAHRAGA
  • CAHAYA PASUNDAN
  • RUANG OPINI
  • PASJABAR
  • PASBANDUNG
  • PASPENDIDIKAN
  • PASKREATIF
  • PASNUSANTARA
  • PASBISNIS
  • PASHIBURAN
  • PASOLAHRAGA
  • CAHAYA PASUNDAN
  • RUANG OPINI
No Result
View All Result
PASJABAR
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home HEADLINE

Guru Besar Hanya Nama (GBHN)

Hanna Hanifah
20 September 2024
Guru Besar

Ilustrasi Guru Besar. (foto: pasjabar)

Share on FacebookShare on Twitter
ADVERTISEMENT
Dosen Yayasan Pendidikan Tinggi Pasundan Dpk FH UNPAS, Firdaus Arifin. (foto: pasjabar)

Oleh: Firdaus Arifin, Dosen Yayasan Pendidikan Tinggi Pasundan Dpk FH UNPAS

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Dalam dunia akademik, gelar “Guru Besar” atau profesor sering kali dipandang sebagai puncak karier seorang akademisi. Gelar ini tidak hanya mencerminkan keahlian dalam bidang ilmu tertentu, tetapi juga diharapkan membawa tanggung jawab moral dan intelektual yang besar. Namun, belakangan ini, ada kekhawatiran yang semakin meningkat bahwa gelar tersebut lebih sering dilihat sebagai sebuah status sosial daripada tanggung jawab akademik yang sebenarnya.

Istilah “Guru Besar Hanya Nama” (GBHN) muncul untuk menggambarkan fenomena di mana beberapa guru besar lebih mengutamakan prestise daripada dedikasinya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, pengajaran, dan kontribusi sosial.

Fenomena GBHN menyoroti adanya ketidakseimbangan dalam peran dan tanggung jawab guru besar. Banyak yang merasa bahwa gelar tersebut menjadi simbol prestise yang dapat digunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi, baik dalam bentuk jabatan administratif di kampus maupun pengakuan dari publik. Hal ini tentu berlawanan dengan esensi gelar guru besar, yang seharusnya mencerminkan komitmen akademik dan kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta kemajuan masyarakat.

Transformasi Peran

Guru besar, secara tradisional, memiliki peran penting dalam menciptakan pengetahuan baru, membimbing generasi akademisi berikutnya, dan memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Guru besar diharapkan menjadi pionir dalam bidang penelitian, pemikiran kritis, dan inovasi. Di samping itu, Guru besar juga diharapkan memberikan bimbingan dan pengajaran yang berkualitas kepada mahasiswa serta menjadi teladan dalam hal integritas akademik.

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, terdapat pergeseran paradigma di mana beberapa guru besar lebih banyak fokus pada kegiatan administratif, politik kampus, dan mencari pengakuan publik daripada menjalankan tugas akademik yang sesungguhnya. Pergeseran ini terjadi sebagai akibat dari meningkatnya tekanan untuk mencapai target kuantitatif dalam publikasi dan pengukuran kinerja yang didasarkan pada indeks sitasi. Perguruan tinggi sering kali mendorong para akademisi untuk lebih banyak mempublikasikan karya di jurnal internasional bereputasi, tanpa mempertimbangkan kualitas dan relevansi penelitian tersebut.

Baca juga:   Sidang Doktor Ilmu Hukum Unpas Ihsanul Maarif, Fokus pada Penyelesaian Kerugian Negara

Fenomena ini mencerminkan adanya komersialisasi pendidikan tinggi, di mana prestasi akademik diukur dari jumlah publikasi dan indeks sitasi, sementara aspek pengajaran dan pengabdian masyarakat sering kali terabaikan. Hal ini memicu munculnya “guru besar yang hanya nama” – mereka yang mendapatkan gelar tetapi tidak memenuhi tanggung jawab yang melekat pada gelar tersebut.

Dampak Negatif

GBHN membawa dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas pendidikan dan penelitian. Ketika guru besar lebih fokus pada pencitraan dan pengakuan, kualitas pengajaran dan pembimbingan mahasiswa dapat menurun. Mahasiswa tidak lagi mendapatkan bimbingan dari para ahli yang benar-benar berdedikasi, melainkan dari mereka yang mungkin sudah terputus dari perkembangan terkini di bidangnya. Akibatnya, proses pembelajaran menjadi kering dan kurang relevan dengan kebutuhan zaman, serta generasi akademisi baru yang terbentuk menjadi kurang kompeten dalam menghadapi tantangan yang ada di lapangan.

Lebih lanjut, penelitian yang dihasilkan oleh GBHN cenderung kurang inovatif dan relevan. Mereka mungkin lebih banyak mempublikasikan karya yang aman dan tidak kontroversial untuk memastikan publikasi daripada mengeksplorasi ide-ide baru yang berpotensi mengubah pemahaman kita tentang suatu bidang. Inovasi menjadi terhambat karena para akademisi lebih memilih untuk bermain aman daripada mengejar penelitian yang benar-benar memiliki dampak besar. Hal ini tentu merugikan perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi di Indonesia, yang pada akhirnya memengaruhi daya saing bangsa di kancah global.

Baca juga:   Sumpah Pemuda dan Kebangkitan Pemuda Sunda

Selain itu, dampak jangka panjang dari GBHN adalah terganggunya fungsi perguruan tinggi sebagai agen perubahan sosial. Perguruan tinggi yang semestinya menjadi pusat pengembangan ilmu dan inovasi, berubah menjadi tempat yang lebih berorientasi pada kepentingan pribadi dan institusional daripada pada kemajuan ilmu pengetahuan dan masyarakat. Dalam konteks ini, pendidikan tinggi menjadi instrumen kekuasaan yang lebih mengedepankan prestise daripada esensi akademik yang sesungguhnya.

Mengembalikan Marwah

Untuk mengatasi fenomena GBHN, diperlukan perubahan yang bersifat fundamental dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Pertama, perlu ada peninjauan ulang terhadap proses pengangkatan guru besar, memastikan bahwa gelar tersebut diberikan kepada para dosen yang benar-benar menunjukkan komitmen terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan pengajaran. Proses penilaian kinerja guru besar juga harus lebih holistik, mencakup aspek-aspek seperti kontribusi pada pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat, bukan hanya pada jumlah publikasi. Dengan demikian, gelar guru besar tidak hanya menjadi penghargaan atas prestasi akademik masa lalu, tetapi juga tanggung jawab untuk terus berkontribusi pada masa depan ilmu pengetahuan.

Kedua, perguruan tinggi harus menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dan penelitian yang bermakna. Ini termasuk memberikan waktu dan sumber daya yang cukup bagi para guru besar untuk terlibat dalam penelitian yang mendalam, bukan hanya memenuhi target publikasi. Universitas perlu mendorong kolaborasi antara guru besar dengan peneliti muda dan mahasiswa, menciptakan budaya akademik yang dinamis dan produktif. Hanya dengan dukungan yang memadai, guru besar dapat menjalankan perannya sebagai pelopor ilmu pengetahuan dan inovasi.

Ketiga, perlu adanya perubahan budaya di kalangan akademisi itu sendiri. Gelar guru besar harus dilihat bukan sebagai puncak karier yang statis, tetapi sebagai awal dari tanggung jawab yang lebih besar. Guru besar harus menjadi teladan intelektual, etika, dan dedikasi, menunjukkan kepada generasi berikutnya bahwa pengembangan ilmu pengetahuan adalah proses yang berkelanjutan dan penuh tanggung jawab. Sebagai pelopor pemikiran, guru besar harus mendorong lahirnya ide-ide baru yang berani dan inovatif, sekaligus mengabdikan diri pada pengembangan masyarakat yang lebih baik.

Baca juga:   Momen Ibunda Gia Memeluk Megawati Menjadi Perhatian Netizen

Dalam kerangka ini, guru besar juga harus lebih aktif dalam mengembangkan pengabdian kepada masyarakat. Mereka harus menggunakan pengetahuan dan keahlian mereka untuk memberikan solusi atas berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Kontribusi nyata ini akan memperkuat posisi guru besar sebagai pemimpin intelektual dan moral yang dapat diandalkan dalam membangun bangsa yang lebih maju dan beradab.

Akhirnya fenomena “Guru Besar Hanya Nama” adalah refleksi dari masalah yang lebih besar dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Untuk memastikan bahwa gelar guru besar benar-benar mencerminkan keunggulan akademik dan komitmen terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, diperlukan perubahan mendasar dalam proses pengangkatan, penilaian, dan budaya akademik di perguruan tinggi. Hanya dengan demikian, kita dapat mengembalikan marwah guru besar sebagai pelopor pemikiran, inovasi, dan pendidikan yang sesungguhnya. Gelar tersebut harus kembali menjadi simbol tanggung jawab besar, bukan sekadar status sosial.

Dengan melakukan perubahan yang mendalam dan menyeluruh, kita dapat memastikan bahwa gelar guru besar di Indonesia kembali menjadi tanda kehormatan yang sarat akan tanggung jawab moral, intelektual, dan sosial. Ini adalah langkah penting menuju pendidikan tinggi yang lebih bermakna dan relevan dalam menjawab tantangan global. (han)

Print Friendly, PDF & Email
Editor: Hanna Hanifah
Tags: Guru BesarOpiniunpas


Related Posts

unpas
HEADLINE

Mahasiswi Unpas Terpilih Jadi Google Student Ambassador 2025

31 Oktober 2025
unpas
PASKESEHATAN

Unpas Gelar Gebyar Cek Kesehatan Gratis untuk Akademika Kampus

30 Oktober 2025
Ngawula
HEADLINE

Ngawula ku Kawasa, Lain Ngawasaan ku Kawasa

30 Oktober 2025

Categories

  • CAHAYA PASUNDAN
  • HEADLINE
  • PASBANDUNG
  • PASBISNIS
  • PASBUDAYA
  • PASDUNIA
  • PASFINANSIAL
  • PASGALERI
  • PASHIBURAN
  • PASJABAR
  • PASKESEHATAN
  • PASKREATIF
  • PASNUSANTARA
  • PASOLAHRAGA
  • PASPENDIDIKAN
  • PASTV
  • PASVIRAL
  • RUANG OPINI
  • TOKOH
  • Uncategorized
No Result
View All Result

Trending

Sandiwara Sunda “Pernikahan Dini” karya LS Dwi Murni tampil di Bandung, angkat isu pernikahan anak dan penyalahgunaan kuasa lewat pesan moral dan budaya. (Eci/pasjabar)
HEADLINE

Sandiwara Sunda “Pernikahan Dini” Angkat Isu Sosial di Rumentang Siang Bandung

4 November 2025

Bandung, www.pasjabar.com -- Isu sosial tentang penyalahgunaan kuasa dan pelanggaran etika dalam masyarakat diangkat lewat pertunjukan sandiwara...

Kiper AC Milan, Mike Maignan, merayakan golnya di akhir pertandingan Serie A Italia antara AC Milan dan AS Roma di Stadion San Siro, Milan, pada 2 November 2025. (Isabella BONOTTO / AFP)

Mike Maignan Bersinar, Tapi AC Milan Terancam Kehilangan Sang Kiper!

4 November 2025
Tunggal putri Indonesia, Putri Kusuma Wardani, harus mengakui keunggulan Mia Blichfeldt dari Denmark pada final Hylo Open 2025 di Saarbruecken, Jerman, 2 November 2025. (TANGKAPAN LAYAR BWF TV)

Mia Blichfeldt Taklukkan Putri KW, Juara Hylo Open 2025!

4 November 2025
Angin puting beliung terjang Ujung Berung, Bandung. Puluhan rumah rusak, pohon tumbang, dan warga panik. Petugas BPBD lakukan evakuasi dan pembersihan. (Uby/pasjabar)

Angin Puting Beliung Hantam Bandung, Puluhan Rumah Rusak!

4 November 2025
Persib vs Selangor

Persib Optimistis Hadapi Selangor di AFC Champions League, Thom Haye: Tim Semakin Solid!

4 November 2025

Highlights

Angin Puting Beliung Hantam Bandung, Puluhan Rumah Rusak!

Persib Optimistis Hadapi Selangor di AFC Champions League, Thom Haye: Tim Semakin Solid!

Luis Enrique Siap Tantang Dominasi Bayern di Parc des Princes

Arne Slot Waspadai Aksi Gila Vinicius Junior di Anfield!

Biaya Haji 2026 Turun Dua Juta Rupiah

Malam Ini Timnas Indonesia U-17 Hadapi Zambia di Piala Dunia U-17 2025 Qatar

PASJABAR

© 2018 www.pasjabar.com

Navigate Site

  • REDAKSI
  • Pedoman Media Siber
  • Alamat Redaksi & Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • PASJABAR
  • PASBANDUNG
  • PASPENDIDIKAN
  • PASKREATIF
  • PASNUSANTARA
  • PASBISNIS
  • PASHIBURAN
  • PASOLAHRAGA
  • CAHAYA PASUNDAN
  • RUANG OPINI

© 2018 www.pasjabar.com

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.