BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Membangun anak yang berkarakter dan berakhlak, Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta menjadikan program “7 Poe Atikan” atau 7 hari pembelajaran pendidikan sebagai program andalan.
“Sinergi dengan pusat, kita hari ini didorong dengan kurikulum Merdeka Belajar. Maka Kabupaten Purwakarta melihat potensi ini harus dikembangkan sebagai potensi daerah yang harus dikolaborasikan,” jelas Sekretaris Dinas Pendidikan, Sadiyah, saat ditemui di ruang kerja Sekda Kabupaten Purwakarta beberapa waktu lalu.
Menurut Sadiyah, sejak tahun 2015, ketika ada Peraturan Gubernur (Pergub) No. 69 terkait pendidikan karakter, Kabupaten Purwakarta sebenarnya sudah lebih dulu mengangkat pendidikan yang berpihak kepada siswa dengan menggali seluruh potensi kearifan lokal.
Maka dari itu, pemerintah daerah memiliki kebijakan “Bunga 5 Karakter” yang salah satunya meneruskan secara berkesinambungan dari Pergub No. 69 tahun 2015.
Namun direvisi di Pergub No. 131, yang mencakup program kegiatan “7 Poe Atikan” atau 7 hari pembelajaran.
“Jadi, 7 hari pendidikan itu bukan berarti 5 hari di sekolah dan 2 hari di rumah, melainkan satu sama lainnya saling berkaitan,” ujar Sadiyah.
Program 7 Poe Atikan
Sadiyah menjelaskan, setiap hari Senin, baik di sekolah swasta maupun negeri, ada tema Ajeg Nusantara, di mana seluruh peserta didik dan pendidik harus memahami sikap nasionalisme.
Sehingga selain tumbuh kembang dengan kearifan lokal, juga ditumbuhkan sikap patriotisme dan kebangsaannya.
Hari Selasa, tema yang diusung adalah Mapag Guna atau menjemput dunia. Dalam era globalisasi, tidak boleh bersikap apriori.
Artinya, seluruh potensi, termasuk teknologi digital, harus dikembangkan dan dipahami oleh masyarakat dan peserta didik di sekolah, terutama dengan anak-anak sekolah yang sudah menggunakan perangkat digital.
Sadiyah melanjutkan, untuk tema hari Rabu adalah Maneuh di Sunda, yakni kembali ke akar budaya Sunda.
“Anak-anak punya ciri khas, di mana anak laki-laki memakai baju pangsi dan anak perempuan memakai kebaya, baik siswa maupun guru. Ternyata, dari pakaian tersebut, karakter anak terbentuk. Pola perilaku mereka berubah, mulai dari cara duduk, cara bicara dengan bahasa ibu mereka. Jarang anak laki-laki yang memakai baju pangsi terlibat tawuran, karena mereka menghargai pakaian leluhurnya,” paparnya.
Tema hari Kamis adalah Nyanding Wawangi, yang berarti mengembangkan nilai-nilai etika dan estetika. Nilai ini mengajarkan anak-anak untuk mengolah rasa dan menumbuhkan etika dan estetika yang elok.
“Anak perempuan belajar memasak atau menyulam, sementara anak laki-laki mengembangkan talenta mereka, seperti menari atau seni, yang dipelajari pada hari Kamis,” tambahnya.
Untuk hari Jumat, temanya adalah Nyucikeun Diri, di mana pendidikan pada hari tersebut lebih mengedepankan nilai-nilai spiritualitas.
“Mulai dari pagi hingga siang, siswa melakukan kegiatan seperti salat Dhuha, membaca surat-surat pendek, pengajian, dan lain-lain untuk menyucikan spiritual mereka,” ujarnya.
Kembalikan Anak
Sedangkan pada hari Sabtu dan Minggu, temanya adalah Beutah di Imah, yang mengembalikan anak-anak ke pangkuan orang tua mereka.
Namun, mereka tetap terkoneksi dengan pihak sekolah, dan apa yang mereka lakukan di rumah sebagai bentuk pengembangan karakter juga dipantau.
“Misalnya, anak kelas satu baru bisa mencuci kaus kaki, itu direkam dalam video, diposting, dan dilaporkan sebagai bentuk pendidikan yang didampingi oleh orang tuanya, menciptakan quality time bersama orang tua, dan ini juga berlaku untuk sekolah swasta,” pungkasnya.
Untuk diketahui, jumlah sekolah tingkat SD di Kabupaten Purwakarta ada sekitar 430 sekolah. Terdiri dari 378 SD negeri dan 40 SD swasta.
Sedangkan untuk tingkat SMP ada 120 sekolah, terdiri dari 78 SMP negeri dan 41 SMP swasta. (adv/put)