CLOSE ADS
CLOSE ADS
PASJABAR
Selasa, 20 Mei 2025
  • PASJABAR
  • PASBANDUNG
  • PASPENDIDIKAN
  • PASKREATIF
  • PASNUSANTARA
  • PASBISNIS
  • PASHIBURAN
  • PASOLAHRAGA
  • CAHAYA PASUNDAN
  • RUANG OPINI
  • PASJABAR
  • PASBANDUNG
  • PASPENDIDIKAN
  • PASKREATIF
  • PASNUSANTARA
  • PASBISNIS
  • PASHIBURAN
  • PASOLAHRAGA
  • CAHAYA PASUNDAN
  • RUANG OPINI
No Result
View All Result
PASJABAR
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home HEADLINE

Sunda Jeung Politik (Sunda dan Politik)

Hanna Hanifah
25 Desember 2024
sunda dan politik

ilustrasi. (foto: Google Gambar)

Share on FacebookShare on Twitter
ADVERTISEMENT
Dosen Yayasan Pendidikan Tinggi Pasundan Dpk FH UNPAS, Firdaus Arifin. (foto: pasjabar)

Oleh: Firdaus Arifin, Dosen YPT Pasundan Dpk. FH Unpas (Sunda dan Politik)

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Budaya Sunda memiliki warisan panjang dalam sejarah Nusantara. Sebagai salah satu kebudayaan yang kaya akan nilai-nilai etis, moralitas, dan harmoni, Sunda sering digambarkan sebagai pusat dari rasa, rasa hormat, dan rasa beunghar budi. Namun, di tengah arus besar politik modern yang kerap diwarnai intrik dan manipulasi, posisi budaya Sunda seolah terpinggirkan. Mengapa ini terjadi, dan bagaimana budaya Sunda dapat kembali mengambil peran strategis dalam percaturan politik Indonesia?

Sunda dalam Lintasan Sejarah Politik

Dalam catatan sejarah, Sunda bukanlah pemain pasif dalam arena kekuasaan. Kerajaan Sunda Pajajaran, misalnya, merupakan model pemerintahan berbasis nilai-nilai harmoni, keadilan, dan keseimbangan. Salah satu bukti yang paling terkenal adalah “Prasasti Sunda Siliwangi” yang menegaskan pentingnya menjaga keadilan dan kelestarian alam. Falsafah ini menjadi simbol bahwa Sunda tidak pernah terpisah dari politik, tetapi mendefinisikan politiknya dengan pendekatan moralitas dan keberlanjutan.

Namun, setelah runtuhnya Pajajaran, budaya Sunda cenderung terasing dari pusat-pusat kekuasaan. Pascakolonialisme, politik di Indonesia lebih banyak didominasi oleh pragmatisme Jawa dan pendekatan kekuatan. Urang Sunda—dengan nilai-nilai harmoni yang menjunjung tata krama—cenderung memilih posisi diam, lebih berfokus pada pengembangan budaya lokal ketimbang perebutan kekuasaan.

Apatisme atau Strategi Kebudayaan?

Sikap urang Sunda terhadap politik modern sering dipersepsikan sebagai apatisme. Namun, apakah benar demikian? Dalam budaya Sunda, ada filosofi “ulah nyarekan angin, ulah ngalawan ombak” (jangan melawan angin, jangan melawan ombak) yang mengajarkan kebijaksanaan untuk memilih waktu yang tepat dalam bertindak. Filosofi ini bukan berarti menghindari konflik, tetapi menekankan pentingnya memahami konteks dan situasi sebelum melangkah.

Baca juga:   PERAMPASAN ASET KORUPTOR SOLUSI SIKLUS KORUPSI DI INDONESIA

Namun, di tengah iklim politik yang serba kompetitif dan mengedepankan kekuatan, filosofi ini sering dianggap sebagai kelemahan. Urang Sunda yang lebih mengutamakan harmoni dan musyawarah sering kalah bersaing dengan aktor politik yang agresif. Akibatnya, representasi urang Sunda dalam politik nasional menjadi minim, baik dari segi jumlah maupun pengaruh.

Pertanyaannya, apakah urang Sunda harus mengubah pendekatan ini? Atau justru harus mengolah nilai-nilai tersebut menjadi kekuatan politik baru?

Politik Sunda: Antara Tatali Paranti dan Tantangan Zaman

Salah satu kekuatan terbesar budaya Sunda adalah tatali paranti (tradisi yang mengikat). Tradisi ini mengajarkan pentingnya menjaga nilai-nilai luhur, bahkan ketika menghadapi perubahan zaman. Dalam konteks politik, tatali paranti dapat menjadi landasan untuk menciptakan politik yang berkeadaban, beretika, dan berorientasi pada kemaslahatan bersama.

Namun, tatali paranti juga menghadapi tantangan besar di era modern. Politik hari ini bukan lagi tentang menjaga keharmonisan, tetapi tentang menguasai narasi, membangun citra, dan memenangkan dukungan publik. Jika urang Sunda tetap berpegang pada pola lama yang pasif dan reaktif, maka posisi budaya Sunda dalam politik akan semakin tergerus.

Baca juga:   Jabar Hasilkan Lebih dari 24 Ribu Ton Sampah per Hari

Maka, yang perlu dilakukan adalah reinterpretasi nilai-nilai Sunda dalam konteks politik modern. Filosofi “silih asih, silih asah, silih asuh” misalnya, dapat diterjemahkan sebagai prinsip kolaborasi lintas golongan, pembangunan kapasitas kepemimpinan, dan komitmen terhadap keadilan sosial. Dengan reinterpretasi ini, politik Sunda dapat menjadi model alternatif yang relevan dengan tantangan zaman.

Sunda dan Kontribusi terhadap Politik Kebangsaan

Sebagai entitas budaya, Sunda memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi pada politik kebangsaan. Dalam budaya Sunda, ada konsep ngajadi bangsa anu adil jeung arif (mewujudkan bangsa yang adil dan bijaksana). Konsep ini selaras dengan kebutuhan politik Indonesia hari ini yang kerap terjebak dalam konflik kepentingan dan polarisasi.

Namun, kontribusi ini hanya mungkin terwujud jika urang Sunda mampu memanfaatkan nilai-nilai budaya mereka sebagai strategi politik, bukan sekadar filosofi. Misalnya, prinsip “caina herang, laukna beunang” (airnya jernih, ikannya tertangkap) dapat menjadi inspirasi untuk menciptakan politik yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada hasil nyata.

Membentuk Generasi Pemimpin Sunda

Kebangkitan politik Sunda sangat bergantung pada generasi mudanya. Pendidikan politik berbasis budaya Sunda harus mulai dikembangkan untuk melahirkan pemimpin yang tidak hanya kompeten, tetapi juga memiliki akar budaya yang kuat. Generasi ini harus mampu memadukan kecerdasan intelektual dengan kecerdasan rasa—prinsip dasar dalam budaya Sunda.

Baca juga:   Mensos Apresiasi Inovasi Pengolahan Sampah di Desa Binaan Unpas

Pemimpin Sunda yang ideal adalah mereka yang mampu menjadi simbol harmoni, sekaligus agen perubahan. Mereka tidak hanya mengandalkan pendekatan tatang (bertahan), tetapi juga tandang (aktif menyerang) ketika situasi menuntut. Dengan demikian, mereka dapat membawa nilai-nilai Sunda ke panggung politik nasional tanpa kehilangan jati diri.

Sunda jeung politik sejatinya bukanlah dua hal yang bertolak belakang. Keduanya saling melengkapi jika dirumuskan dengan benar. Budaya Sunda yang berakar pada harmoni, etika, dan musyawarah dapat menjadi landasan untuk menciptakan politik yang lebih manusiawi dan berkeadaban.

Namun, untuk mewujudkan ini, urang Sunda harus berani melangkah keluar dari zona nyaman. Mereka harus mengolah nilai-nilai budaya menjadi kekuatan politik yang nyata, bukan hanya narasi romantis masa lalu. Sebagaimana filosofi Sunda yang mengajarkan “luhur ku elmu, teger ku rasa, jembar ku pangarti” (mulia dengan ilmu, tegas dengan rasa, luas dengan pemahaman), politik Sunda dapat menjadi model politik yang membawa perubahan tanpa kehilangan akar budayanya.

Saatnya urang Sunda kembali mengambil peran strategis dalam politik Indonesia, bukan sebagai pengikut, tetapi sebagai pemandu yang menginspirasi. Jati kasilih ku junun, politik Sunda harus menjadi cermin nilai-nilai luhur yang tidak hanya memimpin masyarakatnya, tetapi juga bangsa ini. (han)

Print Friendly, PDF & Email
Editor: Hanna Hanifah
Tags: budaya sundaOpinipolitikunpas


Related Posts

UU ITE Dan Ancaman Kebebasan Akademis
HEADLINE

UU ITE Dan Ancaman Kebebasan Akademis

19 Mei 2025
MPBSI Pascasarjana Unpas
HEADLINE

MPBSI Pascasarjana Unpas Tingkatkan Kompetensi Guru Lewat Pelatihan

17 Mei 2025
unpas
PASPENDIDIKAN

Dosen FEB Unpas: Investasi Emas Tetap Menarik, Tapi Perlu Diversifikasi

15 Mei 2025

Recommended

Mobil Formula Bimasakti UGM Raih Banyak Penghargaan di Kompetisi Formula SAE Italia

Mobil Formula Bimasakti UGM Raih Banyak Penghargaan di Kompetisi Formula SAE Italia

2 tahun yang lalu
Mahasiswa F. Psikologi UI Raih 2nd Runner-up Prize for The Speech Contest di ASEAN Intervarsity Youth Competition 2022

Mahasiswa UI Raih 2nd Runner-up Prize for The Speech Contest

3 tahun yang lalu
Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong. (Foto: Instagram @shintaeyong7777)

Shin Tae-yong Dilempar Telur Karena Tidak Mampu Memuaskan Masyarakat Korea Selatan

1 tahun yang lalu

Persib Bandung Vs PSM Makassar yang Spesial untuk Marc Klok

4 bulan yang lalu

Categories

  • CAHAYA PASUNDAN
  • HEADLINE
  • PASBANDUNG
  • PASBISNIS
  • PASBUDAYA
  • PASDUNIA
  • PASFINANSIAL
  • PASGALERI
  • PASHIBURAN
  • PASJABAR
  • PASKESEHATAN
  • PASKREATIF
  • PASNUSANTARA
  • PASOLAHRAGA
  • PASPENDIDIKAN
  • PASTV
  • PASVIRAL
  • RUANG OPINI
  • TOKOH
  • Uncategorized
No Result
View All Result

Trending

Bagnaia Tantang Marquez di MotoGP Thailand 2025
HEADLINE

Pernat: Bagnaia Masih Aman di Ducati

19 Mei 2025

www.pasjabar.com -- Kehadiran Marc Marquez di tim pabrikan Ducati pada MotoGP 2025 memang jadi sorotan besar. Namun...

Arsenal Siap Beri Guard of Honour untuk Liverpool

Arsenal Runner-Up Lagi, Arteta: Mimpi Belum Padam!

19 Mei 2025
AC Milan Gagal Tampil di Eropa, Musim Suram Terulang

AC Milan Gagal Tampil di Eropa, Musim Suram Terulang

19 Mei 2025
Duel Scudetto: Napoli dan Inter Berebut Gelar Hingga Akhir

Duel Scudetto: Napoli dan Inter Berebut Gelar Hingga Akhir

19 Mei 2025
Wamenparekraf Apresiasi Program Bandung Punya Cerita

Wamenparekraf Apresiasi Program Bandung Punya Cerita

19 Mei 2025

Highlights

Duel Scudetto: Napoli dan Inter Berebut Gelar Hingga Akhir

Wamenparekraf Apresiasi Program Bandung Punya Cerita

Guru Besar FK Unpad Kritik Menkes Lewat Maklumat Padjadjaran

Inter Gagal Menang, Juara Serie A Bisa Ditentukan Lewat Playoff

DPKP Bandung Pangkas Pohon Antisipasi Musim Hujan

Gol Telat Villarreal Akhiri Rekor Tak Terkalahkan Barcelona

PASJABAR

© 2018 www.pasjabar.com

Navigate Site

  • REDAKSI
  • Pedoman Media Siber
  • Alamat Redaksi & Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • PASJABAR
  • PASBANDUNG
  • PASPENDIDIKAN
  • PASKREATIF
  • PASNUSANTARA
  • PASBISNIS
  • PASHIBURAN
  • PASOLAHRAGA
  • CAHAYA PASUNDAN
  • RUANG OPINI

© 2018 www.pasjabar.com

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.