![](https://pasjabar.com/wp-content/uploads/2024/08/PROF-ALI-300x200.jpg)
Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan) – Niaga dalam Pandangan Islam dalam Buku Wawasan Islam
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Sudah menjadi Sunnatullah bahwa manusia hidup dalam suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama. Tanpa adanya kerja sama, mustahil bagi manusia untuk hidup secara normal. Kerja sama memiliki unsur take and give, membantu dan dibantu. Salah satu aspek penting dalam kegiatan kerja sama ini adalah bermuamalah dalam bentuk kegiatan perdagangan, sewa-menyewa, utang piutang, dan sebaginya. Dikatakan bahwa kegiatan ini menyerap 85% tenaga kerja yang ada.
Dalam ajaran Islam, perdagangan merupakan kegiatan yang paling mulia di sisi Allah di samping kegiatan lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasul berikut:
“Rifa’ah bin Rafi’i berkata bahwa Nabi SAW. ditanya salah seorang sahabatnya, “Apakah mata pencaharian yang paling baik?” Rasulullah menjawab, “Seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang objektif.” (H.R. Al-Bazaar)
Keberhasilan suatu perniagaan bagi seorang muslim tidak diukur dari besarnya laba yang diperoleh dan tidak pula dari keberadaannya di suatu bangunan yang bertingkat, melainkan bagaimana perniagaan itu banyak bermanfaat bagi kepentingan umat dan diridai oleh Allah dengan pola perilaku penuh kejujuran dan berkembang di bawah lindungan-Nya.
Etika jual beli dalam Islam adalah menjalankannya dengan rasa senang hati, tulus, ikhlas, dan memberikan kesan baik terhadap pembeli. Perilaku negatif yang banyak dijumpai dalam kegiatan perdagangan merupakan kesan negatif terhadap pedagang yang melekat di kalangan masyarakat pada umumnya. Masyarakat belum dapat menerima profesi dagang sebagai kegiatan yang mulia atau elit. Bahkan, mereka menganggapnya sebagai profesi yang rendah, penuh dengan trik, pempuan, ketidakjujuran, pelit, dan banyak utang. Memang demikian jika menganggap kegiatan dagang hanya bertujuan mencari laba semata. Kalau demikian tujuannya, segala cara akan ditempuh untuk mencapainya.
Pandangan
Islam memandang kegiatan berdagang sebagai perbuatan mulia sebab dapat dijadikan salah satu saran untuk beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah selama kegiatan ini dilandasi dengan perintah-perintah-Nya. Prinsip yang harus dijalankan dalam kegiatan berdagang atau mencari nafkah lainnya, seperti yang diperintahkan dalam Al-Quran adalah, “Jangan mencarinya dengan jalan batil” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 188), “Jangan lupa berzikir atau mengingat Allah” (0.5. Al-Munafiquun [63] : 9), “Jangan lupa untuk mengeluarkan zakat dan sedekah dari sebagian harta yang diperolehnya” (O.S. An-Nuur [24] : 37), dan “Jangan memusatkan harta kekayaan hanya kepada sekelompok orang kaya saja” (0.5. Al-Hasyr [59] : 7). Perintah-perintah tersebut bukan berarti menghambat apalagi melarang kegiatan perdagangan, melainkan secara teologis menunjukkan cara agar kegiatan tersebut dapat tegak sambil menjalankan kebaikan dan kebenaran yang bersumber pada nilai-nilai ketuhanan (Al-Quran) serta berusaha memuliakan nilai-nilai kemanusiaan, sekaligus merupakan upaya memakmurkan alam semesta ini. Firman-Nya:
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” (Q.S. Hud [11] : 61) (han) (Niaga dalam Pandangan Islam)