BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Bio Farma menerima Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI untuk fasilitas produksi radiofarmaka.
Sertifikat ini diserahkan langsung oleh Kepala BPOM, Taruna Ikrar, kepada Direktur Pengembangan Usaha Bio Farma, Yuliana Indriati, dalam sebuah acara di Surabaya.
Yuliana Indriati menyatakan bahwa pencapaian ini menjadi bukti komitmen Bio Farma. Dalam mendukung kemandirian bangsa di sektor Kesehatan. Khususnya dalam pengembangan produk radiofarmaka.
“Sertifikat CPOB ini menjadi bukti bahwa produk-produk Bio Farma diproduksi dengan standar yang menjamin keamanan, khasiat, dan mutu. Sebagai fasilitas produksi radiofarmaka pertama di luar rumah sakit yang mendapatkan sertifikat CPOB, kami bangga dapat terus berkontribusi dalam pengembangan teknologi Theranostik—yakni terapi dan diagnostik berbasis kedokteran nuklir—guna meningkatkan kemandirian kesehatan nasional,” ujar Yuliana.
Ia menambahkan bahwa sertifikasi ini akan menjadi pemacu bagi Bio Farma. Untuk terus memperluas akses dan pemerataan penggunaan radiofarmaka di seluruh Indonesia.
BPOM Dukung Pengembangan Industri Radiofarmaka
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menegaskan bahwa BPOM terus berperan dalam memastikan standar mutu dan keamanan. Bagi produk farmasi di Indonesia, termasuk produk radiofarmaka.
“BPOM berkomitmen mendukung inovasi dalam industri radiofarmaka. Keberhasilan ini merupakan bukti nyata sinergi. Antara BPOM dan Bio Farma dalam mewujudkan kemandirian bangsa di sektor kesehatan,” ungkap Taruna.
Ia juga berharap kolaborasi ini dapat terus berlanjut. Untuk menjaga dan meningkatkan ketahanan kesehatan nasional.
Fasilitas Produksi Radiofarmaka Bio Farma di Cikarang
Saat ini, Bio Farma memiliki fasilitas produksi radiofarmaka di Cikarang, Jawa Barat.
Dengan kemampuan produksi lokal, fasilitas ini memperluas akses terhadap teknologi diagnostik dan terapi kanker. Serta menjadi bagian dari strategi membangun kemandirian layanan kesehatan di Indonesia.
Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan beban kesehatan dan ekonomi yang besar.
Data Global Cancer Observatory (Globocan) 2022 mencatat lebih dari 408.661 kasus kanker baru di Indonesia, dengan 242.099 kematian.
Terutama akibat kanker payudara, leher rahim, paru-paru, dan kolorektal. Tanpa intervensi, jumlah kasus kanker di Indonesia diperkirakan meningkat 63% pada 2025–2040.
Sebagai upaya mengatasi tantangan ini, pemerintah telah menyusun Rencana Kanker Nasional 2024–2034.
Pengembangan radiofarmaka oleh Bio Farma menjadi langkah strategis dalam mendukung upaya ini. Dengan menyediakan teknologi inovatif untuk diagnosis dan pengobatan kanker yang lebih efektif dan terjangkau. (*/han)