BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jawa Barat menaruh perhatian khusus pada pelayanan perlindungan anak di Jawa Barat.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Barat, Dan Satriana, menyampaikan bahwa saat ini hanya sedikit anak korban kekerasan. Yang dapat mengakses layanan pengaduan dan rujukan.
Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu menjamin ketersediaan. Serta kualitas layanan bagi anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam diskusi tematik yang diselenggarakan oleh Perwakilan Ombudsman RI Jawa Barat. Bekerja sama dengan Lingkar Perlindungan Anak Jawa Barat.
Diskusi ini juga dihadiri oleh perangkat daerah dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. Yang bertanggung jawab dalam perlindungan anak.
Rendahnya Akses Layanan Perlindungan Anak
Data yang dipaparkan oleh Andi Akbar dari Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA) menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak korban kekerasan yang mendapatkan layanan bantuan.
Dan kurang dari 10% yang mengetahui adanya layanan pengaduan dan penanganan kekerasan.
Peningkatan kualitas pelayanan perlindungan anak difokuskan pada empat isu utama. Yaitu kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran.
Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak merinci keempat isu tersebut. Dalam 15 kategori anak yang memerlukan perlindungan khusus.
15 kategori anak-anak ini mencakup:
- Anak dalam situasi darurat,
- Anak yang berhadapan dengan hukum,
- Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
- Anak yang dieksploitasi secara ekonomi atau seksual,
- Anak korban penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif,
- Anak korban pornografi, anak dengan HIV/AIDS,
- Anak korban penculikan dan perdagangan manusia,
- Anak korban kekerasan fisik atau psikis,
- Anak korban kejahatan seksual,
- Anak korban jaringan terorisme,
- Anak penyandang disabilitas,
- Anak korban perlakuan salah dan penelantaran,
- Anak dengan perilaku sosial menyimpang, dan,
- Anak yang mengalami stigma sosial akibat kondisi orang tuanya.
Kelima belas kelompok ini berisiko mengalami hambatan dalam mengakses hak-hak dasar mereka.
Seperti hak hidup, pendidikan, kesehatan, pengasuhan, kebebasan berekspresi, jaminan sosial, dan standar hidup yang layak. Sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak.
Kendala dalam Pelaksanaan Program Perlindungan Anak
Dalam diskusi tersebut, perangkat daerah menyampaikan berbagai kendala dalam menjalankan program perlindungan anak di wilayah mereka.
Beberapa tantangan utama yang dihadapi meliputi koordinasi yang belum optimal antara pemerintah daerah, provinsi, pusat, serta instansi.
Terkait; keterbatasan sumber daya manusia, terutama tenaga psikolog klinis, dokter, dan pekerja sosial; serta keterbatasan anggaran. Dalam memberikan layanan perlindungan bagi korban.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, dalam waktu dekat Perwakilan Ombudsman RI Jawa Barat akan mengirimkan surat kepada kepala daerah terpilih di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Agar memasukkan program perlindungan anak ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2030.
“Jika perlindungan anak sudah tercantum dalam RPJMD, kami akan memperkuat implementasinya. Jika belum, kami berharap ini dapat menjadi prioritas dalam lima tahun ke depan,” ujar Dan Satriana.
Selain itu, Ombudsman RI juga akan membuka ruang kolaborasi dalam perencanaan program dan koordinasi. Untuk meningkatkan layanan perlindungan anak di Jawa Barat. (rif)