WWW.PASJABAR.COM – Batuk berulang yang tampak membandel bisa menjadi salah satu gejala utama asma, sebuah penyakit kronis yang ditandai oleh peradangan dan penyempitan saluran napas.
“Batuk-batuk merupakan gejala utama asma. Di samping itu, misalnya gejala napas berbunyi, seperti bunyi peluit atau mengi,” ujar dr. Wahyuni Indrawati, Sp.A(K), konsultan respirasi anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia–RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, dalam sebuah webinar yang diikuti secara daring dari Jakarta, Rabu (7/5/2025), dilansir dari Antara.
Menurut dr. Wahyuni, kedua gejala tersebut dapat menjadi petunjuk awal untuk mencurigai adanya asma. Ia menambahkan, orang tua perlu waspada apabila anak mengalami batuk yang berlangsung setiap bulan.
“Kalau tiap bulan batuk, nah itu jangan-jangan, harus dicurigai merupakan gejala atau ciri khas asma,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa anak dengan aktivitas normal di siang hari, tetapi mengalami batuk berat pada malam hingga dini hari, juga patut dicurigai menderita asma.
Selain batuk dan mengi, gejala lain yang perlu diwaspadai adalah sesak napas dan rasa tertekan atau nyeri pada dada akibat penyempitan saluran napas.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan RI, asma biasanya didiagnosis melalui wawancara medis, pemeriksaan fisik, tes fungsi paru, dan bila perlu, tes alergi.
Setelah diagnosis ditegakkan, pasien memerlukan pengobatan jangka panjang untuk mengendalikan gejala, mencegah serangan, serta meningkatkan kualitas hidup.
Pengobatan asma umumnya melibatkan inhaler pengendali dan inhaler pereda gejala, serta obat tambahan untuk mengontrol alergi.
Selain itu, manajemen lingkungan juga penting untuk menghindari pemicu asma seperti polusi, asap rokok, alergen, serta penerapan gaya hidup sehat.
Penyebab
Asma sendiri disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Riwayat keluarga yang memiliki asma atau alergi dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit ini.
“Anak yang ayah atau ibunya punya riwayat alergi peluangnya mengalami asma 40 persen. Kalau kedua orang tuanya punya riwayat alergi, kemungkinannya bisa mencapai 60 hingga 80 persen,” ungkap dr. Wahyuni.
Sementara itu, anak yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan alergi tetap berisiko, meski lebih rendah, yaitu sekitar 20 persen.
Ia menekankan bahwa alergi tidak selalu berupa asma. Sehingga penting menelusuri seluruh riwayat penyakit alergi dalam keluarga, khususnya pada ayah dan ibu.
Adapun faktor lingkungan yang dapat memicu asma antara lain polusi udara, asap rokok, bahan kimia tertentu, serta alergen. Seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, tungau, jamur, dan serbuk kayu.
Infeksi saluran napas akibat virus atau bakteri, cuaca ekstrem, aktivitas fisik berat, stres, dan konsumsi obat tertentu juga bisa memicu serangan asma. (han)











