KAB BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Ribuan warga dari berbagai suku di Indonesia berkumpul di Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Bandung Barat, Senin (23/6/2025) pagi, untuk mengikuti ritual adat tahunan Ngertakeun Bumi Lamba.
Tradisi ini bukan hanya menjadi bentuk penghormatan terhadap alam, tetapi juga seruan bersama untuk menjaga kelestarian bumi. Khususnya alam Tanah Pasundan yang kian terancam akibat eksploitasi pembangunan dan alih fungsi lahan.
Berbagai komunitas adat hadir dalam kegiatan tersebut. Mulai dari masyarakat Sunda sebagai tuan rumah, hingga suku Dayak, Bali, Baduy, dan tokoh budaya dari berbagai penjuru Nusantara.
Kehadiran mereka mencerminkan semangat persatuan dalam menjaga alam sebagai warisan leluhur yang tak ternilai.
Ritual
Ketua pelaksana acara, Ramean Radite Wiranatakusumah, menyampaikan bahwa Ngertakeun Bumi Lamba merupakan ritual untuk memohon keselamatan dan kedamaian kepada Sang Pencipta.
Sekaligus menanamkan kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga harmoni dengan alam.
“Upacara ini adalah bentuk spiritualitas kita terhadap alam. Ini bukan hanya seremonial, tapi mengandung pesan moral agar generasi muda sadar, bahwa kerusakan alam harus dihentikan. Leluhur kita mewariskan tanah ini untuk dijaga, bukan untuk dieksploitasi secara berlebihan,” ujar Ramean.
Upacara berlangsung khidmat dengan prosesi doa adat, tabur bunga, serta penampilan seni budaya dari masing-masing suku. Masing-masing komunitas membawa simbol adat yang mencerminkan hubungan mereka dengan alam.
Panglima Jilah, tokoh masyarakat Dayak yang hadir dalam kegiatan ini, menekankan pentingnya momentum ini. Untuk menyatukan budaya dan semangat pelestarian dari seluruh penjuru Nusantara.
“Ini bukan hanya tentang Sunda atau Dayak. Ini tentang kita sebagai bangsa. Upacara ini menjadi wahana menyatukan kekuatan budaya dalam menjaga bumi,” ungkap Agustinus Jilah, yang dikenal luas sebagai Panglima Jilah.
Melalui upacara adat ini, para tokoh adat berharap agar generasi muda semakin aktif. Dalam upaya pelestarian lingkungan, menekan laju kerusakan alam, dan mengembalikan keseimbangan ekosistem yang kian terganggu.
Dengan semangat gotong royong dan nilai-nilai kearifan lokal, Ngertakeun Bumi Lamba tahun ini kembali menegaskan bahwa budaya dan lingkungan adalah dua warisan yang harus dijaga secara bersamaan demi keberlangsungan hidup generasi masa depan. (uby)