BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menegaskan komitmennya untuk menuntaskan sejumlah persoalan klasik yang membelit kota, mulai dari kemacetan, banjir, pengelolaan sampah, hingga penertiban ribuan reklame ilegal.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, menyebut ada 11 titik rawan kemacetan yang dipicu perlintasan kereta api.
Menurutnya, pembangunan flyover kendaraan sulit dilakukan karena kondisi jalan yang sempit. Solusi yang memungkinkan adalah pembangunan flyover khusus kereta api.
“Titik rawan itu tersebar di Gedebage, Cilengkrang, Cisaranten Kulon, Parakansaat, Laswi, Ahmad Yani, Jalan Sunda, Sumatera, Merdeka, Braga, hingga pembangunan di Nurtanio. Sistem buka-tutup lintasan justru memicu kemacetan panjang di pusat kota. Butuh campur tangan Pemprov Jabar dan PT KAI agar solusi permanen segera ada,” kata Erwin, Jumat (19/9/2025).
Selain kemacetan, Pemkot Bandung juga menyoroti persoalan banjir saat musim hujan.
Erwin menginstruksikan camat, lurah, hingga RW untuk mendata sungai dan saluran air yang rawan longsor, serta mengingatkan warga agar tidak nongkrong atau menimbun barang di bantaran sungai.
“Musim hujan menuntut saluran air lancar. Jika tersumbat sampah, banjir tak bisa dihindari. Gotong royong dan kesadaran warga kuncinya,” ujarnya.
Ia mencontohkan kasus jembatan jebol di Arcamanik akibat tumpukan sampah. Kini, Pemkot Bandung melakukan pengerukan dan pendalaman sungai di sejumlah titik untuk mengurangi risiko luapan air.
Menurut Erwin, banjir di Bandung lebih sering terjadi akibat saluran tersumbat, bukan semata karena curah hujan tinggi.
Titik Kumpul Sampah
Dalam hal pengelolaan sampah, Pemkot mencatat ada 136 titik kumpul sampah resmi. Namun, masih banyak ditemukan pembuangan liar.
“Satpol PP bersama perangkat kewilayahan rutin mengawasi dan memberi edukasi agar kebiasaan buang sampah sembarangan tidak terus berulang,” jelasnya.
Terkait penataan kota, Pemkot Bandung menegaskan penerapan Perda Nomor 5 Tahun 2025 tentang ketertiban reklame. Ribuan papan reklame akan ditertibkan, baik yang berizin maupun tidak.
“Bandung tidak boleh lagi jadi hutan reklame. Penertiban dilakukan bertahap supaya dunia usaha tetap berjalan, tapi wajah kota lebih tertib dan indah,” kata Erwin.
Ia menambahkan, penegakan perda bukan hanya untuk menata ruang kota, tetapi juga diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Beberapa warga bahkan telah disidang dan dikenai sanksi karena kedapatan membuang sampah sembarangan.
“Dengan aturan ditegakkan, Bandung lebih indah, iklim usaha sehat, dan PAD meningkat. Meski ada keterbatasan, langkah perbaikan tidak boleh ditunda,” tegasnya. (*/put)












