BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Panitia Khusus (Pansus) 3 DPRD Kota Bandung tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penertiban Reklame.
Selama proses pembahasan berlangsung, moratorium atau penghentian sementara penerbitan izin reklame diberlakukan. Untuk mencegah penambahan jumlah reklame di titik-titik yang dilarang.
“Jadi untuk mencegah penambahan jumlah reklame di titik yang dilarang, kami memberlakukan moratorium reklame, setidaknya sampai perda reklame ini diberlakukan,” ujar Anggota Pansus 3 DPRD Kota Bandung, Dr. Uung Tanuwidjaja, S.E., M.M., Sabtu (1/2/2025).
Menurut Uung, raperda ini merupakan revisi dari peraturan sebelumnya dengan sejumlah penyesuaian penting.
Salah satunya terkait izin mendirikan bangunan reklame. Ke depan, reklame tidak lagi diperbolehkan berdiri di ruang milik jalan (rumija) untuk menjaga estetika kota.
“Reklame di rumija tidak boleh lagi karena membuat estetika kota menjadi semrawut. Nantinya, reklame akan menempel di dinding sehingga tidak menghalangi pemandangan,” tambahnya.
Pelanggaran Selama Moratorium Masih Terjadi
Meski moratorium sudah diberlakukan, Uung mengungkapkan bahwa pelanggaran masih kerap terjadi. Ia menyoroti banyaknya reklame baru yang bermunculan, terutama milik pengusaha dari luar Kota Bandung.
“Sayangnya, masih banyak pelanggaran. Jalan satu-satunya adalah kita harus tegas dalam menegakkan aturan,” tegasnya.
Proses penertiban reklame yang melanggar aturan juga menghadapi tantangan, terutama terkait anggaran.
Uung menjelaskan bahwa untuk membongkar reklame yang sudah terlanjur berdiri di rumija, diperlukan alat berat yang saat ini belum dimiliki Pemkot Bandung.
“Untuk menebang reklame yang sudah berdiri, kan butuh alat berat. Kita tidak punya, sehingga harus sewa. Sementara untuk membeli alat berat dari dana APBD, anggarannya sangat besar,” jelasnya.
Bandingkan dengan Jakarta, Bandung Hadapi Kendala Infrastruktur
Uung juga membandingkan situasi di Bandung dengan Jakarta yang lebih tegas dalam menertibkan reklame ilegal.
Hal ini karena Jakarta memiliki kelengkapan fasilitas, termasuk alat berat, serta pengawasan yang lebih ketat sebagai ibu kota negara.
“Jakarta kan juga ibu kota negara, mereka pasti dipantau. Sehingga jika ada yang melanggar, bisa langsung ditindak. Selain itu, mereka punya alat berat untuk memudahkan penertiban,” ungkapnya.
Selain faktor infrastruktur, Uung menilai penegakan aturan di Bandung menghadapi tantangan tambahan karena banyaknya reklame rokok.
Di wilayah lain, reklame rokok sudah dilarang, namun di Bandung masih marak, bahkan di kawasan yang seharusnya bebas reklame.
“Jadi untuk menertibkan reklame ini bukan hal yang mudah. Banyak aspek yang harus dibenahi,” pungkasnya.
Pembahasan Raperda ini diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang lebih tegas dan efektif untuk mengatasi persoalan reklame di Kota Bandung, demi menjaga tata kota yang lebih tertib dan estetis. (put)