BEKASI, WWW.PASJABAR.COM – Masalah sampah di Kota Bekasi pada 2025 menjadi perhatian serius. Kota ini tercatat menghasilkan sekitar 1.800 ton sampah per hari, dengan sebagian besar diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumurbatu.
Namun, TPA tersebut masih menggunakan metode open dumping—metode yang telah dilarang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menanggapi kondisi tersebut, DPRD Kota Bekasi mendesak Pemerintah Kota (Pemkot). Untuk segera membenahi sistem pengelolaan sampah yang sesuai dengan regulasi dan tidak membahayakan lingkungan.
Sekretaris Komisi II DPRD Kota Bekasi, Evi Mafriningsianti, menekankan perlunya pendekatan dua arah untuk mengatasi krisis ini.
“Pembenahan sistem di TPA dan pengurangan volume sampah dari sumbernya harus dilakukan secara paralel. Edukasi dan partisipasi masyarakat mutlak diperlukan,” ujarnya.
“Butuh dukungan semua pihak. Pemerintah dengan anggarannya, masyarakat dengan kesadarannya,” tambah Evi.
Ia juga menegaskan bahwa Komisi II DPRD akan terus mengawasi dan mendorong Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi. Agar pengelolaan anggaran dilakukan secara efektif dan tepat sasaran.
Menurutnya, perencanaan jangka panjang, termasuk program pengelolaan sampah tahun 2026, sudah mulai disiapkan.
“Kita tidak bisa terus-menerus mengabaikan kondisi lingkungan. Sampah ini persoalan serius, bukan sekadar urusan buang lalu lupa,” tegasnya.
Pemkot Bekasi diberi tenggat waktu hingga September 2025 untuk mengalihkan metode pengelolaan sampah ke sistem sanitary landfill.
Jika gagal, TPA Sumurbatu yang menjadi satu-satunya tempat pembuangan akhir milik kota ini terancam ditutup.
Dengan ancaman tersebut, Pemkot kini berpacu dengan waktu di tengah timbunan sampah yang terus menggunung setiap harinya. (*/put)