Bandung Barat, www.pasjabar.com — Anggota DPD RI, Aanya Rina Casmayanti, melakukan kunjungan kerja reses ke Kabupaten Bandung Barat (KBB) pada Selasa, 5 Agustus 2025. Kunjungan yang disambut hangat oleh Wakil Bupati KBB, Asep Ismail, ini mengungkap fakta-fakta mengejutkan mengenai tantangan berat yang dihadapi KBB.
Dari keterbatasan fiskal yang mencekik hingga infrastruktur yang memprihatinkan, KBB kini berharap besar agar Teh Aanya bisa menjadi jembatan aspirasi ke pemerintah pusat.
Bandung Barat: Kaya Potensi, Miskin Dana
Dalam forum terbuka, berbagai kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) memaparkan kondisi riil di lapangan.
Permasalahan utama yang mengemuka adalah keterbatasan fiskal yang membuat APBD tak berdaya.
Dengan total APBD Rp3,4 triliun, 40% di antaranya habis untuk belanja pegawai, menyisakan sedikit dana untuk belanja modal. Hal ini berdampak langsung pada lambatnya pembangunan dan pelayanan publik.
Kepala OPD mengemukakan berbagai isu: kekurangan blanko KTP, backlog rumah hingga 90.000 unit, infrastruktur rusak, dan kesenjangan layanan dasar.
Kepala OPD, dari Disdukcapil hingga Dinas PUPR, menyampaikan kondisi real lapangan. Kekurangan blanko KTP, backlog rumah 90.000 unit, infrastruktur rusak, keterbatasan anggaran pendidikan, hingga kesenjangan pelayanan dasar menjadi gambaran konkret yang menguatkan urgensi kolaborasi pusat-daerah.
Semua ini menggambarkan bahwa meskipun KBB memiliki potensi besar, seperti wisata Geopark Cipatat, kemandirian finansialnya masih jauh dari harapan.
Teh Aanya Jadi Juru Bicara Aspirasi Daerah
Teh Aanya menanggapi semua keluhan tersebut dengan empati dan strategi. Ia menegaskan bahwa kunjungannya bukanlah sekadar formalitas, melainkan ajang “belanja masalah” untuk kemudian diperjuangkan di tingkat pusat.
“Ini kunjungan kedelapan saya. Saya akan mendatangi seluruh 27 kabupaten/kota di Jawa Barat. Aspirasi ini akan kami perjuangkan di pusat,” tegasnya.
Isu mendasar yang disoroti oleh Teh Aanya dan timnya adalah kemandirian fiskal. Kepala Kantor DPD RI Jabar, Herman Hermawan, menambahkan bahwa idealnya, sebuah daerah harus mampu membiayai 60% APBD dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, banyak daerah, termasuk KBB, masih sangat bergantung pada dana transfer dari pusat.
Harapan untuk Perubahan Nyata dan Visi Jangka Panjang
Lebih dari sekadar mencatat masalah, Teh Aanya juga menampung berbagai kebutuhan sektoral, mulai dari rumah produksi UMKM, BLK, bantuan peralatan EWS longsor, hingga pengembangan potensi wisata Geopark Cipatat dan KCIC.
Semua ini memperkuat pesan bahwa daerah tidak bisa bekerja sendirian.
Semua hasil reses ini akan dikompilasi dan dijadikan bahan pembahasan dalam Rapat Anggaran bersama Presiden, DPR, dan DPD RI pada 15 Agustus mendatang.
Dengan pendekatan kolaboratif ini, diharapkan setiap aspirasi dari Bandung Barat tidak hanya menjadi catatan, tetapi dapat ditindaklanjuti dalam bentuk alokasi anggaran yang tepat sasaran, demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.












