# Kemenkum Jabar KUHP Baru
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum (P3H) Kementerian Hukum (Kemenkum) Jawa Barat, Funna Maulia Massaile, menilai KUHP baru yang akan diberlakukan pada Januari 2026 merupakan tonggak penting dalam pembaruan hukum nasional.
Menurutnya, aturan baru ini membawa semangat lebih humanis dibanding KUHP warisan kolonial Belanda yang telah berlaku selama lebih dari satu abad.
“Dari zaman kolonial sampai sekarang, perubahan ini sangat menarik karena KUHP baru mencoba mengakomodir sisi kemanusiaan.
Salah satu alasan penyusunannya juga karena adanya overkapasitas di lembaga pemasyarakatan (Lapas).
Maka, bentuk hukuman kini bisa dikonversi menjadi pidana denda atau pidana kerja sosial, tanpa harus selalu masuk penjara,” jelas Funna.
Pemulihan Sosial
Ia menambahkan, pendekatan ini bukan sekadar memberi keringanan, tetapi juga menciptakan ruang pemulihan sosial agar pelaku kejahatan ringan dapat memperbaiki diri tanpa kehilangan masa depannya.
Lebih lanjut, Funna menilai bahwa KUHP baru juga membuka ruang bagi pidana alternatif dan sistem pengawasan berbasis masyarakat.
“Ada model baru berupa pidana pengawasan dan pidana kerja sosial. Jadi pelaku tidak selalu harus masuk Lapas,
tapi bisa menjalani masa hukuman di bawah pengawasan, atau melakukan kerja sosial di balai kemasyarakatan. Di sinilah pentingnya peran pemerintah daerah untuk menyiapkan fasilitas pendukung,” terangnya.
Ia juga menyoroti bahwa sistem ini akan menekan jumlah penghuni Lapas yang sebagian besar berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Namun demikian, Funna tidak menutup mata terhadap tantangan besar dalam sosialisasi KUHP baru.
Ia menjelaskan, idealnya sosialisasi berlangsung selama empat tahun, tetapi waktu yang tersisa hanya dua tahun karena percepatan pemberlakuan.
“Idealnya itu empat tahun. Tapi karena prosesnya mundur, akhirnya kita hanya punya waktu dua tahun untuk memperkenalkan undang-undang ini, yaitu 2024 dan 2025,” ujarnya.
Sejauh ini, Kemenkum sedang gencar melakukan sosialisasi ke berbagai daerah, termasuk Jawa Barat, dengan melibatkan akademisi dan aparat penegak hukum.
Fokus Aparat
Saat ini, penguatan lebih difokuskan pada kalangan aparat penegak hukum, mulai dari jaksa, polisi, hingga hakim — agar memiliki pemahaman yang seragam sebelum terjun ke publik.
“Kami telah melibatkan bagian hukum di seluruh kabupaten dan kota. Tapi memang, masih banyak masyarakat yang belum tahu bahwa hukum adat juga diakui dalam KUHP baru ini,” jelasnya.
Selain pidana alternatif, KUHP baru juga membawa sejumlah pembaruan penting, seperti penegasan sanksi untuk korporasi, penggunaan teknologi dalam proses hukum, serta perubahan konsep pidana mati.
“Kalau dulu pidana mati langsung dieksekusi, sekarang ada masa percobaan sepuluh tahun. Ini menunjukkan pendekatan yang lebih manusiawi,” katanya.
Ia juga menyinggung bahwa hukuman kini dapat berbentuk denda atau pengawasan, bukan hanya penjara.
“Ada empat model pidana baru. Jadi hukumannya bisa berupa denda, pengawasan, kerja sosial, atau pidana bersyarat. Ini bentuk kemajuan dalam sistem hukum kita,” ungkapnya.
Kendati demikian, Funna mengingatkan adanya potensi penyalahgunaan bagi kalangan berpengaruh, karena sistem denda dan pidana bersyarat bisa dimanfaatkan secara tidak adil.
“Saya malah khawatir kalau justru yang pintar-pintar dan punya akses besar yang diuntungkan. Sedangkan masyarakat kecil tetap rentan. Ini yang harus dikontrol dan diawasi,” tegasnya.
Kesiapan Masyarakat
Mengenai kesiapan masyarakat, Funna menilai kegiatan sosialisasi kepada berbagai lapisan masyarakat serta literasi hukum menjadi kunci utama.
Ia mendorong masyarakat untuk aktif belajar dan memahami perubahan hukum ini agar tidak mudah salah tafsir.
Menurutnya, keberhasilan KUHP baru tidak hanya bergantung pada aparat penegak hukum, melainkan pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai hukum yang diatur dalam KUHP.
“Kata kuncinya literasi. Masyarakat harus mau membaca, memahami, dan berdiskusi soal hukum.
Jangan hanya tahu dari media sosial, tanpa dikaji lagi. Pemerintah, akademisi, dan media juga punya tanggung jawab bersama untuk memperkuat edukasi hukum publik,” tandasnya.
Sosialiasi KUHP Sudah Berjalan
Sementara itu, CPNS Perancang Peraturan Perundang-undangan Kemenkum Jawa Barat,
Jernie Suzanne Patricia Tampubolon, mengungkapkan bahwa sosialisasi KUHP baru sejatinya sudah berjalan melalui berbagai webinar.
“Beberapa kali kami mengikuti webinar tentang KUHP baru, terutama yang membahas perubahan mendasar dibandingkan KUHP peninggalan kolonial.
Ada banyak hal baru dibahas, salah satunya mengenai penyesuaian ketentuan pidana dalam Peraturan Daerah (Perda),
yang mencakup tidak dikenalnya pidana kurungan, diterapkannya kategorisasi pidana, serta batasan denda maksimal. Perubahan ini berpengaruh pada implementasi ketentuan pidana pada Perda.
Perubahan ketentuan pidana denda kategori secara tidak langsung juga berpengaruh pada implementasi dari ketentuan pidana pada Peraturan Daerah (Perda).
Namun, detail terkait penyesuaian denda akan dilaksanakan setelah KUHP berlaku pada 3 Januari 2026 melalui RUU Penyesuaian Pidana, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 613 KUHP” jelasnya.
KUHP Kurang Optimal
Jernie juga mengakui bahwa tingkat kesadaran publik terhadap KUHP baru masih relatif kurang optimal, karena kegiatan sosialisasi sejauh ini masih terbatas pada lingkup birokrasi hukum di tingkat pemerintahan.
“Webinar yang kami ikuti turut serta mengundang aparat penegak hukum seperti perwakilan
Kejaksaan Tinggi dan Polda, akademisi dari universitas, praktisi hukum, notaris, hingga mahasiswa yang memastikan agar memahami substansi dan esensinya” ujarnya.
Ke depan, ia berharap ada kolaborasi antara Kanwil Kemenkum Jabar dan pemerintah daerah untuk mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat yang lebih masif dan inklusif.
“Perlu ditingkatkan lagi kegiatan sosialisasi hingga ke tingkat kelurahan dan kecamatan.
Tujuannya agar masyarakat benar-benar paham isi dan dampak KUHP baru serta dipastikan pemberlakuannya diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, sekaligus mengantisipasi terjadinya kesalahpahaman terhadap norma-norma baru”pungkasnya. (tiwi)
# Kemenkum Jabar KUHP Baru
# Kemenkum Jabar KUHP Baru












