BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Petugas Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Diskar PB) kerap berjibaku dengan bahaya dan pekerjaanya mengancam nyawa. Sebab, mereka kerap terjun ke medan bahaya seperti kebakaran dan lokasi bencana.
Namun, keselamatan mereka makin terancam. Sebab, anggaran Diskar PB sangat minim dalam dua tahun terakhir. Untuk tahun 2021, Diskar PB hanya punya anggaran sekitar Rp43 miliar.
Dari jumlah itu, anggaran untuk operasional hanya sekitar Rp10 miliar saja. Padahal, idealnya anggaran untuk operasional itu minimal ada di angka Rp30 miliar. Anggaran ini diperuntukkan untuk membeli berbagai sarana dan prasarana operasional, mulai dari pakaian pelindung, tabung oksigen, hingga selang.
Yang terjadi, sarana dan prasarana saat ini hanya seadanya. Akibatnya, petugas lapangan menjadi lebih terancam keselamatannya.
“Untuk mengamankan diri sendiri saja sudah tidak ada. Oksigen untuk masuk ke gedung (ketika menangani kebakaran) kita terbatas. Kemudian alat untuk pengukur gedung saja sampai pinjam,” ujar Kadiskar PB Kota Bandung Dadang Iriana di Markas Diskar PB Kota Bandung, beberapa waktu lalu.
Ada lagi yang lebih irono, pakaian pelindung petugas saat menangani kebakaran juga sangat terbatas. Bahkan, mereka harus bergiliran memakainya.
“Baju tahan api untuk masuk ke dalam gedung juga harus gantian sama anggota yang lain, pinjam pakai. Kan ini tidak bisa (dibiarkan). Kita dituntut profesional, dituntut secara mandiri, tapi kita anggaran sangat terbatas,” cetusnya.
Dengan anggaran yang ada, pihaknya tidak bisa membeli peralatan tersebut untuk tahun ini. Bahkan, selang yang biasa dipakai untuk mengalirkan air dari mobil pemadam juga tak ada gantinya jika nantinya rusak.
“Selang itu kan tidak adabi, kadang setahun rusak. Itu harus beli lagi (jika selangnya rusak). Sekarang pembelian selang enggak ada. Anggaran untuk membeli sepatu, APD aja tidak ada. Alat pengaman diri untuk anggota semua tidak ada penganggaran untuk tahun ini,” jelas Dadang.
Dampak lainnya, sosialisasi dan simulasi kebakaran serta bencana tidak bisa dilaksanakan sepanjang 2021 ini. Padahal, idealnya kegiatan seperti itu minimal dilakukan lima kali dalam setahun agar masyarakat tangguh menghadapi bencana.
Selain itu, ada berbagai dampak lain yang dirasakan dari minimnya anggaran yang ada. Dadang pun menyebut minimnya anggaran karena pengelolaan anggaran yang dilakukan Bappelitbang Kota Bandung.
“Anggota kami ada yang cacat seumur hidup, itu ada dua atau tiga orang. Yang meninggal karena memadamkan sudah dua orang. Itu kan taruhannya (petugas kita) nyawa, harusnya tanda (diperhatikan),” ucapnya.
“Harus paham ini tim Bappelitbang mengolah anggaran seerti itu, harus paham. Jadi, kalau dia tahu tupoksi Diskar, jangan disikat semua OPD 20 persen (untuk penanganan COVID-19). Kalau untuk kami sulit karen anggarannya itu untuk penyelamatan kebakaran dan lain-lain,” beber Dadang.
Ia menambahan, keluhannya itu sudah pernah disampaikan beberapa kali ke Bappelitbang agar Diskar PB diberi porsi anggaran besar. Harapannya, Diskar bisa mendapat alokasi seperti tahun-tahun sebelumnya yang mencapai Rp70-75 miliar mengingat besarnya tugas dan beratnya tanggung jawab mereka.
“Rekomendasi dari dewan juga sudah mendukung. Tapi enggak ngaruh juga. Tidak tahu lah (alasannya), yang tahu mereka,” sesal Dadang.
Dengan anggaran seadanya, Dadang menegaskan anggotanya tetap berusaha bekerja profesional meski keselamatan mereka semakin terancam. “Caranya saya tiap hari memberikan motivasi kepada anggota, semangat juang harus ditingkatkan, integritas harus diperkuat walaupun dengan anggaran terbatas,” pungkas Dadang. (ors)