BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Komisi B DPRD Kota Bandung pertanyakan kualitas dan kuantitas air bersih kepada Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirtawening. Hal itu menanggapi banyaknya keluhan warga Kota Bandung.
“Kami menerima banyak keluhan dari warga terkait kualitas air PDAM yang kurang baik. Makanya kami melakukan sidak ke instalasi pengolahan air milik PDAM,” ujar Ketua Komisi B DPRD Kota Bandung Hasan Fauzi, kepada wartawan, Selasa (3/8/2021).
Fauzi bersama beberapa anggota Komisi B DPRD Kota Bandung lainnya, melihat langsung IPA di Badaksinga dan Dago Pakar.
Dari hasil peninjauan, diketahui bahwa kualitas air baku Perumda Tirtawening memang mengalami penurunan.
Kondisi air sungai Cikapundung yang mengalir dari kawasan Bandung Utara, sudah tercemari kotoran hewan dan sampah.
“Banyak pulolusi air yang mengurangi kualitas air baku. Yang paling banyak mempengaruhi adalah kotoran sapi, yang disinyalir berasal dari Lembang,” papar Fauzi.
Karenanya, Fauzi mempertahankan koordinasi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah Provinsi Jabar. “Kalau sudah lintas wilayah, itu kan merupakan kewenangan pemerintah provinsi,” tuturnya.
Kondisi ini, membuat air yang akan dialirkan ke warga harus melalui proses sterilisasi dan kimiawi sebanyak 4 kali.
“Hal ini menjadi bahan pertanyaan kami, apakah air yang dikonsumsi warga layak untuk diminum atau tidak. Mengingat konsumsi dalam jangka waktu yang panjang,” tuturnya.
Fauzi mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan pimpinan DPRD, sehingga pimpinan bisa mengkomunikasikan hal ini dengan eksekutif.
“Nantinya pihak eksekutif yang akan menindaklanjuti hal ini drngan pihak provinsi,” tambahnya.
Menanggapi hal ini, Direktur Perumda Tirtawening Kota Bandung, Sonny Salimi mengatakan, buruknya kualitas air baku sudah sejak 2016. Namun, sekarang memang jauh lebih buruk.
“Kualitas air baku dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Sehingga kami harus melakukan upaya lebih untuk melakukan sterilisasi,” tuturnya.
Menurut Sonny, sekarang pihaknya harus menggunakan bahan kimia lebih banyak saat melakukan sterilisasi air.
“Kalau biasanya hanya 600 kilogram zat kimia, untuk setiap aliran air sebanyak 600 liter per detik. Sekarang membutuhkan sekitar 4 kali lebih banyak,” terangnya.
Hal ini merupakan dilema bagi Sonny, di mana dalam kondisi pandemi ini, pemasukan Perumda Tirtawening sendiri mengalami penurunan sebesar Rp5 milyar per bulan.
“Selama pandemi, daya bayar masyarakat menurun, sehingga pendapatan kami juga menurun. Sementara kami membutuhkan ongkos produksi lebih karena penggunaan bahan kimia yang lebih banyak. Mengingat bahan kimia ini merupakan pengeluaran paling besar dari pengeluaran lainnya,” beber Sonny.
Untuk itu, Sonny mengatakan pihaknya harus melakukan efesiensi. Salah satu hal yang diharapkan bisa dilakukan, adalah dengan meningkatkan kualitas air baku, sehingga tidak memerlukan bahan kimia terlalu banyak.
“Untuk itu, kami berharap dengan kehadiran anggota DPRD melihat langsung kondisi di lapangan. Sehingga bisa mendorong dan membantu menyampaikan kesulitan kami kepada pihak yang berwenang,” harapannya. (put)












