BANJARMASIN, WWW.PASJABAR.COM – Sekolah penggerak menerapkan pembelajaran berbasis proyek. Motode tersebut dinilai mampu meningkatkan minat belajar siswa.
Kepala SMP Negeri 1 Banjarmasin Kalimantan Selatan, Gusti Khairur Rahman mengatakan para siswa antusias dan bersemangat melakukan proyek-proyek yang diprogramkan.
Orang tua siswa juga mengapresiasi model pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka tersebut yang bisa meningkatkan minat belajar siswa..
“Anak-anak antusias mengerjakan tugas-tugas sebagai bagian dari proyek yang kami programkan, mereka juga aktif bekerja sama dengan siswa lain,” kata Gusti, di SMPN 1 Banjarmasin, dikutip dari laman kemdikbud.go.id, Jumat (22/7/2022).
Orang tua siswa juga mendukung dan memberikan kontribusi dalam bentuk biaya untuk pembelian bahan-bahan yang dibutuhkan. Pada awal implementasi Kurikulum Merdeka, pihaknya mengalami kesulitan untuk merumuskan proyek yang tepat bagi sekolahnya.
“Panduan yang rinci kan tidak ada. Jadi kami rapat menentukan proyek di awal, kami membuat acuan semacam modul untuk proyek sampai dimasukkan untuk evaluasi proyeknya, tapi itu menurut versi kami,” ujarnya.
Proyek yang Diprogramkan di SMP Negeri 1 Banjarmasin
Proyek-proyek yang diprogramkan tersebut senantiasa dievaluasi dan dikonsultasikan dengan pembimbing dan pengawas sekolah. Pada tahun pertama implementasi Kurikulum Merdeka di SMP Negeri 1 Banjarmasin, proyek-proyek yang diprogramkan antara lain membuat kue-kue khas Kalimantan Selatan, proyek kewirausahaan, dan lain-lain.
Senada dengan Gusti Khairur Rahman, Kepala Sekolah SMA Islam Terpadu (SMA IT) Ukhuwah Banjarmasin Khairul Hadi juga menyatakan hal serupa. Para siswa di SMA IT Ukhuwah gembira dan antusias mengikuti pembelajaran berbasis proyek.
“Proyek di sekolah kami antara lain menyablon kaos dengan menggunakan bahan-bahan alami, atau istilahnya eco-printing. Anak-anak semangat sekali dengan proyek tersebut,” kata Khairul Hadi, Kamis (21/7/2022) kemarin.
Dalam mengerjakan tugas-tugas tersebut, siswa di SMA IT Ukhuwah diminta menuliskan aktivitasnya dalam bentuk jurnal.
“Kami minta mereka membuat jurnal aktivitas, misalkan: bertanya kepada teman, meminjamkan peralatan kepada teman, bekerja sama dengan teman. Dari situ kami bisa mengevaluasi dimensi-dimensi apa dalam profil pelajar Pancasila yang sudah berjalan, dan dimensi apa yang belum terwadahi,” ujarnya.
Ia mengakui bahwa penerapan pembelajaran berbasis proyek di sekolahnya belum optimal. Namun pihaknya terus belajar dan melakukan evaluasi yang berkesinambungan. (*/ran)