JAKARTA, WWW.PASJABAR.COM – Peneliti Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung atau SF-ITB, Rahmana Emran Kartasasmita berharap Indonesia memiliki lebih banyak kajian ilmiah terkait aspek manfaat dan keamanan tembakau alternatif menyusul telah beredarnya produk pengganti rokok konvensional itu di Indonesia.
“Produk tembakau yang dipanaskan sudah mulai beredar di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kajian literatur ilmiah yang komprehensif untuk mempelajari aspek manfaat keamanan dari produk ini,” ujar Emran, Selasa (11/10/2022).
Dilansir dari ANTARA, SF-ITB telah melakukan kajian literatur ilmiah dengan judul “Perbandingan Profil Risiko Kesehatan Produk Tembakau yang Dipanaskan Versus Rokok Kretek Indonesia”.
Kajian tersebut telah dipaparkan Emran dalam gelaran 5th Scientific Summit yang diselenggarakan di Athena, Yunani pada 21-22 September 2022.
Emran menjelaskan kajian tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana profil risiko dari produk tembakau yang dipanaskan dibandingkan dengan rokok kretek sebagai bagian dari analisis risiko yang mencakup identifikasi dan kuantifikasi risiko.
Dalam kajian ilmiah itu, SF-ITB melakukan pencarian data karakterisasi bahaya untuk senyawa dengan nilai ambang (non-karsinogenik dan karsinogenik-non genoktosik) dan tanpa nilai ambang keamanan (karsinogenik genotosik) berdasarkan Health Based Guidance Values (HBGV) yang terpilih sebagai senyawa berbahaya dan berpotensi berbahaya (harmful and potentially harmful constituents/HPHC). Serta penghitungan kajian paparan dengan kasus skenario terburuk.
Setelah itu, kajian dilanjutkan dengan karakterisasi untuk non-karsinogenik dan substansi karsinogenik.
“Secara umum, tingkat risiko paparan atau zat senyawa penanda yang berasal dari produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah dibandingkan dengan rokok,” ujarnya.
Karakteristik Senyawa HPHC
Selain itu, Emran meneruskan, karakteristik paparan senyawa HPHC dari produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah daripada rokok. HPHC merupakan senyawa yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan bagi orang-orang yang terpapar oleh asap rokok.
Tidak hanya perokok aktif, namun orang-orang di sekitar perokok juga dapat terpapar HPHC, sehingga risiko ini perlu dikurangi. Di sisi lain, ia menekankan produk tembakau yang dipanaskan tidak sepenuhnya bebas risiko.
“Tapi, berdasarkan kajian ilmiah yang ada, produk tembakau yang dipanaskan secara komparatif lebih rendah risiko daripada rokok. Oleh karena itu, produk tersebut perlu diteliti lebih lanjut secara eksperimental oleh pihak-pihak yang terkait,” tegas Emran.
Dengan fakta tersebut, dia mengharapkan semakin banyak penelitian terhadap produk tembakau yang dipanaskan. Sebab, saat ini penelitian mengenai produk tersebut masih minim di Indonesia.
“Saya mengajak seluruh kalangan, mulai dari akademisi hingga peneliti lainnya, untuk melakukan penelitian ini. Melakukan kajian lebih lanjut dari hasil temuan kami. Hasil kajian tersebut dapat dijadikan awalan untuk memperkaya teks akademik bagi pengambil kebijakan, peneliti lain, serta untuk pemahaman masyarakat umum,” pungkasnya. (ran)