*)Konferensi Internasional Dies Natalis Unpas ke-62
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Direktur Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas) Prof Dr H.M Didi Turmudzi M.Si menyebutkan, salah satu cara untuk mencari inovasi local yang sesuai dengan karater bangsa dan juga kebutuhan masyarakat, bisa dipelajari dari sejarah konferensi Asia Afrika.
Hal itu dinyatakan Prof Didi, dalam Konferensi Internasional dalam rangka Dies Natalis Unpas ke-62 yang diselenggrakan oleh Program Doktor Ilmu Sosial Pascasarjana Univeritas Pasundan dengan tema Local Innovation Challenge For The Future Society, di Aula Mandalasaba Gedung Pascasarjana Unpas Lantai 5, Jalan Sumatera 41, Senin (19/12/2022).
Konferensi yang dilaksanakan secara hybrid tersebut diikuti empat negara dari empat perguruan tinggi di Asia, yakni dari Universitas Pasundan yakni Prof .Dr.H. Soleh Suryadi dan Dra.Mira Rosana Gnagey M.Pd, dari Jeonbuk National University yakni Prof Choi wonGyu,Ph.D, dari Guangdong University for Foreign Studies (GDUFS) Guangzou Cina yakni Prof Zuo Zhigang, Ph.D dari University of Utara Malaysia yakni Dr. Salahuddin Ismail.
“Mari kita simak dan belajar dari Konferensi Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika merupakan klimax sikap penolakan bangsa-bangsa Asia Afrika terhadap hegemoni kekuatan-kekuatan barat dan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya ketegangan antara Republik Rakyat China dan Amerika Serikat. Disini kita bisa melihat bagaimana membangun karakter khas bangsa-bangsa Asia – Afrika, bukan saja berupa Budaya Sosial santun, cinta damai, keadilan dan keberadaban, akan tetapi juga ketulusan untuk saling bahu membahu di dalam usaha bersama menciptakan kesejahteraan umat manusia melalui pembinaan Tata Dunia Baru versi Asia Afrika,” tutur prof Didi.
Dari sana ekspresi sosio-budaya, bangsa-bangsa Asia Afrika, terus berkembang dan pucancaknya pada muncul kepemimpinan sosio-budaya bangsa-bangsa berpenduduk besar, yang ditandai dengan trend kebangkitan China The Megatrend of China, lahirnya Gurita Baru Teknologi Informasi India, dan terjadinya sebuah proses metamorfosis yang dahsyat. Termasuk juga pada bangsa Indonesia yang sedang melaksanakan demokratisasi dan kebabasan pers untuk mengubah diri menjadi bangsa swadaya-swasembada (selfsustain-nation).
“Jadi bagaimana kemajuan negara Asia-Afrika membuat tantangan baru, sehingga masyarakat di masa yang akan datang dalam mencari inovasi local akan menyangkut masalah perubahan dan dinamika budaya sosial dalam konteks Asia Afrika, seberapa besar bangsa-bangsa Asia Afrika memiliki kesiapan dan persiapan yang dapat dipergunakan secara proaktif, di dalam kerangka menghadapi dan mengelola perubahan dan dinamika sosio kultural tersebut,” paparnya.
Oleh karenannya untuk bisa mempertahankan kekuatan Asia dan Afrika saat ini yakni melalui Intellectual Capital dan psychosociological Capital yang merupakan modal penting untuk menangani dan mengelola perubahan dan dinamika kebudayaan sosial dalam masyarakat dan bangsa.
Salah satu untuk mencari keunggulan local tersebut dijelaskan Didi yang juga merupakan Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan, salah satunya dengan kesadaran dalam pembelajaran terhadap sejarah, “Seperti yang dilakukan Cina yang melakukan perubahan dan merancang dari Impereium Cina Kuno menjadi masyarakat Cina Bru,” jelasnya.
Dan dijelaskan Didi tatanan dunia baru pun khususnya Asia Afrika pun merujuk dari Sejarah nalar kultur bangsa Asia Afrika dalam membangkitkan bangsa -bangsa Asia Afrika dan melahirkan kepemimpinan tatanan dunia baru.
“Tatanan dunia yang mengutamakan persahabatan, Kerjasama, hubungan yang saling menguntungkan dan dengan pola -pola hubungan yang mengutamakan rasa saling menghormati. Belajar dari sejarah Asia Afrika seperti itulah untuk mencari local inovasi yang sesuai dengan karakter bangsa,” jelasnya.
Prof Didi berharap, dengan koferensi internasional Pascasarjana Unpas ini bisa terus membangun semangat konferensi Asia Afrika. “Betapa bahwa kita itu adalah orang-orang, negara-negara yang punya karakter ramah, santun, bekerja sama dan saling menghargai, tidak ada intervensi atau apapun juga. Ini menjadi sebuah potensi sosial budaya bagi kita untuk terus menggalakan Dasa Sila Bandung,” tuturnya. (tie)