Bandung, WWW.PASJABAR.COM – Komite IV DPD RI bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pasundan menggelar FGD Penelitian Empirik terkait Penyusunan RUU Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan, Kamis (9/2/2023).
FGD dan penelitian empirik ini diharapkan menghasilkan masukan untuk dianalisis oleh Staf Ahli Komite IV DPD RI, khususnya dalam pengayaan materi RUU yang akan disusun.
Deputi Bidang Persidangan DPD RI Ir. Sefti Ramsiaty, M.M. mengatakan, regulasi tentang penjaminan merupakan hal penting dalam peningkatan perekonomian nasional.
Dari sudut pandang ekonomi, penjaminan berperan meningkatkan fungsi intermediasi lembaga keuangan. Sementara dari sudut pandang sosial, penjaminan membantu mengembangkan usaha masyarakat lapisan bawah.
“Secara filosofis, sosiologis, dan yuridis, kerangka yang ingin dicapai dari RUU ini adalah terciptanya solusi atas belum tangguhnya kondisi finansial dan aset yang dimiliki pelaku UMKM dan koperasi, serta meningkatkan kepercayaan industri perbankan kepada UMKM,” terangnya.
Isu yang mendasari munculnya usul inisiatif DPD RI untuk melakukan perubahan UU Nomor 1 Tahun 2016 salah satunya ingin mendorong kemandirian usaha dan pemberdayaan dunia usaha, terutama UMKM dan koperasi.
UMKM dan Koperasi Berpotensi Luar Biasa
Wakil Rektor I Unpas Prof. Dr. H. Jaja Suteja, S.E., M.Si. menuturkan, dalam struktur perekonomian, UMKM dan koperasi dipandang sebagai potensi usaha yang luar biasa, namun memiliki keterbatasan dari segi availability, accessibility, dan bankable.
“Pelaku ekonomi banyak yang belum bankable, sehingga sulit mengembangkan bisnisnya. Mudah-mudahan, UU Nomor 1 Tahun 2016 bisa menjembatani koperasi dan UKM sebagai pelaku yang prospektif dan fleksibel untuk memperoleh penjaminan,” katanya.
Kendati demikian, ia menekankan bahaya moral hazard dalam implementasi penjaminan bagi pelaku ekonomi. Diperlukan tanggung jawab dan kesadaran bersama dalam penyelesaian kredit penjaminan.
“Dalam praktiknya, ada masalah keagenan di antara pelaku bisnis yang berimplikasi pada tidak simetrisnya informasi. Butuh kejelasan jaminan keamanan untuk para pelaku bisnis terkait gairah bisnisnya. Saya harap, UU ini memberikan kenyamanan bagi semua pihak,” paparnya.
Tim Ahli RUU Komite IV Ronald Rulindo dan Yus Indra menyampaikan, pascapabUMKM jadi tiang perekonomian Indonesia pasca pandemi, sehingga memerlukan banyak pendanaan. Sementara peran perbankan dalam pembiayaan UMKM dirasa kurang optimal.
“Perubahan UU Penjaminan belum berdampak pada pertumbuhan kredit perbankan. Ditambah lembaga penjaminan yang mengalami berbagai kendala, di antaranya regulasi, keterbatasan aspek permodalan, mitigasi risiko, dan infrastruktur UMKM,” tegasnya.
Ruang lingkup perubahan RUU Penjaminan dibahas secara mendalam pada FGD bersama Guru Besar Bidang Hukum dan Kebijakan Prof. Cecep Darmawan, Deputi BI Jawa Barat Bambang Pramono, dan Pakar Hukum Tata Negara Dr. Hamrin, M.H., M.Si. Dilanjutkan dengan diskusi panel yang dipandu oleh Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Unpas Prof. Horas Djulius. (*/Nis)