JAKARTA, WWW.PASJABAR.COM – Beragam masalah terjadi pada seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi. Beberapa temuan dalam pelaksanaan seleksi PPDB jalur zonasi tahun ajaran 2023/2024 di antaranya adalah pemalsuan Kartu Keluarga (KK), 155 nama siswa hilang, satu nama siswa digunakan berkali-kali, hingga adanya intervensi pejabat DPRD.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan beberapa rekomendasi dan solusi untuk mengatasi beragam masalah dalam pelaksanaan seleksi PPDB sistem zonasi.
Dilansir dari ANTARA, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Iwan Syahril menyatakan rekomendasi dan solusi ini sudah diterapkan oleh beberapa daerah dan berhasil untuk mengatasi permasalahan yang ada.
“Kita melihat pada beberapa praktik baik yang sudah dilakukan berbagai daerah lainnya. Ini ada beberapa rekomendasi solusi yang bisa kita lakukan,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Guna mengatasi masalah itu pemerintah daerah (pemda) dapat berkoordinasi dengan Dinas Dukcapil dan Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah untuk menganalisis calon peserta didik baru yang akan lulus baik dari sisi domisili dan ketersediaan daya tampung serta verifikasi dan validasi keabsahan KK.
“Pemda juga bisa melibatkan Inspektorat Daerah untuk menindak pelanggaran terkait KK,” ujar Iwan.
Menetapkan Sistem Zonasi Harus Perhitungkan Sebaran Sekolah
Selain itu, pemda dapat membuat komitmen dengan pimpinan musyawarah daerah, kepala sekolah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta tokoh masyarakat agar pelaksanaan PPDB dapat dilakukan tanpa tekanan dan bebas dari KKN maupun pungli melalui penandatanganan pakta integritas bersama.
Iwan melanjutkan, dalam menetapkan zonasi pun pemda harus memperhitungkan sebaran sekolah, sebaran domisili calon peserta didik. Termasuk mengenai daya tampung yang tersedia.
Pemda juga bisa memberikan bantuan seperti pembiayaan masuk sekolah swasta kepada peserta didik dari keluarga ekonomi tidak mampu. Sehingga mereka tetap memiliki kesempatan bersekolah.
Iwan menuturkan beragam rekomendasi tersebut sudah dilakukan oleh berbagai pemda seperti Kabupaten Donggala. Yakni sekolah melakukan sinkronisasi data siswa sekolah asal dari Dapodik dengan data dari Dinas Dukcapil.
Kabupaten Pasuruan juga menetapkan zonasi yang dibuat secara detail untuk memastikan seluruh wilayah masuk dalam penerapan zonasi. Serta Provinsi Riau dan Kota Bogor yang membangun unit sekolah baru (USB) untuk menambah data tampung sekolah. (ran)