BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Pendidikan bukan hanya bagaimana bisa melahirkan siswa-siswa yang pintar secara intelektual, lebih dari pada itu juga membina karakter mereka untuk dapat memiliki ahlak yang mulia.
“Membina siswa menjadi pintar itu mudah, menciptakan yang berahlak mulia berat, saat ini guru memiliki peran ganda, dimana karakter anak benar-benar dibentuk di sekolah, karena seringkali anak-anak tak mendapatkan banyak arahan dari kedua orang tua mereka, disebabkan sibuk bekerja,” terang kepala SMA Pasundan 3 Bandung, Solihin S.Pd MM.
Solihin mengungkapkan bahwa iman dan takwa adalah hal utama yang harus menjadi pondasi siswa, agar kelak karakter-karakter yang positif bisa tumbuh dalam diri mereka.
“Saya menerapkan bagaimana pendidikan bisa berkolaborasi dengan bimbingan agama. Saya memiliki tiga hal yang diarahkan kepada siswa untuk memiliki tanggung jawab, yang pertama dalam shalat 5 waktu baik di sekolah maupun di rumah. Di sekolah kami juga mengadakan shalat dzuhur dan ashar berjamaah. Untuk dirumah, dikomunikasikan dengan walikelas masing-masing,” jelasnya
Solihin melanjutkan bahwa, yang kedua anak-anak diberikan bimbingan dalam membaca alquran yang dibiasakan setiap hari. Dimana anak akan dikelompokan menjadi beberapa kategori, yaitu dari yang belum bisa, hingga yang sudah terampil. Sehingga nanti pembacaan al-qur’an mereka akan semakin baik dari waktu ke waktu.
“Hal ketiga yang saya tekankan kepada siswa adalah bagaimana mereka bisa berbakti kepada kedua orang tua mereka. Sebab kesuksesan hidup, tergantung dari prilaku kepada orang tua,” tandasnya.
Kebaikan kepada orang tua bisa mulai dari hal-hal yang sederhana seperti membersihkan rumah, mencuci piring, menyapu lantai dan hal lainnya, sehingga akan menjaga keharmonisan antara orang tua dengan anak, komunikasi berjalan dengan baik dan orang tua memberikan keridhoan sehingga akan menjadi dorongan kesuksesan dan kebaikan dalam hidup.
Mengulas tentang kiprah Solihin di dunia pendidikan, ia mengungkapkan bahwa usai lulus dari sekolah kesenian, ia tampil di acara Pasundan untuk memainkan kesenian hingga akhirnya ia ditarik menjadi guru di SMA Pasundan 2 Bandung pada tahun 1987. kemudian menjadi Wakil Kepala Sekolah pada tahun 2004, dan pada tahun 2016 ia dipercaya menjadi kepala sekolah di SMA Pasundan 3 Bandung.
“Hal yang saya pegang saat menjadi kepala sekolah adalah berbuat secara maksimal, mengedepankan contoh dari pada sekadar mengarahan, bagaimana saya bisa hadir tepat waktu, disiplin dedikasi dan bagaimana bisa meraih kepercayaan masyarakat untuk menitipkan anaknya di SMA Pasundan 3 Bandung,” tandasnya.
Menjadi guru, terang pria kelahiran Ciamis, 2 januari 1964 bukanlah cita-cita tapi merupakan sebuah takdir yang harus ia jalani.
“Ayah dan ibu saya adalah petani. Menjadi guru untuk saya adalah sesuatu yang baru dan menyenangkan. Bagaimana bekerja tidak lagi berpacu dengan fisik tapi dengan pengetahuan,” terang bungsu dari 3 bersaudara.
Lulusan S1 di STKIP Siliwangi Jurusan Bahasa Inggris tahun 2000, S2 di STIE Pasundan jurusan Managemen tahun 2014 dan tengah menempuh S3 UNPAS Jurusan managemen ini juga memiliki motto hidup bisa memberikan kebaikan pada diri dan orang lain yang membawa pada keselamatan dunia akhirat.
Ayah dari dua orang anak ini juga bercerita bahwa dalam mendidik ia juga menerapkan kejujuran, bertutur kata yang sopan dan lembut, tidak emosional serta menjaga kedisiplinan.
“Terakhir, saya berharap, semoga bisa memberikan lebih banyak manfaat untuk orang lain serta untuk siswa-siswi SMA Pasundan 3 Bandung semoga akan menjadi pribadi yang sukses, berpendidikan tinggi, memiliki sosial ekonomi yang baik, dan tentu berakhlak mulia,” pungkasnya. (Tan)