BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Bank Perkreditan Rakyat ternyata belum memiliki konsep dalam menghadapi situasi dan krisis pandemic COVID-19. Hal tersebut diungkapkan Cecep Taofiqkurrochman dalam sidang terbukan Program Doktor Ilmu Manajemen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas), pada Senin (18/5/2020) secara daring yang disiarkan langsung di channel youtube Pastv.
“Memang saat ini BPR belum memiliki sistem khusus menghadapi situasi krisis pamemi COVID-19 ini, hal itu dikarenakan jika situasi seperti ini baru dialami Indonesia dan bahkan dunia. Sehingga kedepan harus mulai dipersiapakan oleh BPR. Apalagi, saat ini BPR menjadi salah satu bagian ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Dalam sidang disertasi itu, Cecep menyampaikan desertasi berjudul berjudul Pengaruh Tata Kelola Terhadap Manajemen Resiko dan Keputusan Keuangan Serta Implikasinya Pada Kinerja Keuangan (Survey Pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Barat).
Penelitian ini pun dilakukan bertujuan untuk mengetahui dan mengenalis bukti empiris dan menemukan kejelasan fenomena-fenomena tentang tata kelola, manajemen risiko, keputusan keuangan dan kinerja keuangan BPR di Provinsi Jawa Barat, serta untuk mengetahui dan meganalisis bukti pengaruh tata kelola terhadap manajemen risiko dan keputusan keuangan, dan bukti pengaruh manajemen risiko dan keputusan keuangan terhadap kinerja keuangan baik secara parsial maupun secara parsial terhadap kinerja keuangan.
“Unit analisis pada penelitian ini adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) konvensional pada wilayah kerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Barat dengan jumlah populasi sebanyak 122 BPR, dengan mengambil sampel seluruh anggota populasi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode angket terhadap pihak manajemen masing-masing BPR dengan menggunakan skala likert,” terangnya saat memaparkan penelitian.
Adapun Uji persyaratan analisis mengunakan uji validitas, reliabibitas, normalitas serta uji asumsi goodness of fit (GOF).
Untuk Metode analisis yang digunakan adalah analisis structural equation modelling (SEM) yang dibantu dengan program lisrel 8.70.
“Hasil penelitian ini menunjukkan Penerapan prinsip -prinsip tata kelola pada BPR di Provinsi Jawa Barat berada pada kriteria cukup baik menuju sangat baik. Tata kelola diperoleh dimensi terbesar keterbukaan/transfaransi. Sedangkan dimensi terkecilnya dimensi kewajaran, adapun aspek yang tertinggi adalah pelaksanaan prinsip transaparansi dalam tata kelola BPR telah dilaksanakan dengan baik oleh manajemen BPR. dan aspek terkecilnya adalah kondisi ini dapat diartikan bahwa BPR di Provinsi Jawa Barat belum sepenuhnya menerapkan sistem perhargaan dan saksi pada karyawaannya dalam menunjang tata kelola BPR yang lebih baik lagi,” urainya.
Penerapan manajemen risiko pada BPR di Provinsi Jawa Barat, berada pada kriteria cukup baik menuju sangat baik. Manajemen resiko diperoleh dimensi terbesar pengawasan aktif D/K. dan dimensi terkecil Proses manajemen resiko. adapun aspek yang tertinggi adalah penyusunan kebijakan dan pedoman, peningkatan kompetensi, persetujuan kebijakan oleh Komisaris dan pemantau oleh Komisaris. menjadi dimensi yang memperoleh tanggapan responden paling baik diantara dimensi-dimensi lainnya.
“Sedangkan dimensi terkecil adalah proses managemen resiko yang meliputi kegiatan Identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian resiko belum dilaksanakan dengan optimal oleh SDM yang bertanggung jawab yaitu bagian Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) atau Pejabat Eksekutif (PE),” lanjutnya.
Untuk itu SKMR atau PE BPR harus Iebih produktif dalam mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin timbul mencakup seluruh aktivitas BPR dalam rangka menganalisa sumber dan kemungkinan timbulnya risiko serta dampaknya.
Sementara itu, Kebijakan keputusan keuangan pada BPR di Provinsi Jawa Barat. berada pada kriteria cukup baik menuju sangat baik, Keputusan keuangan dimensi terbesar adalah keputusan investasi, dan dimensi terkecil adalah keputusan pendanaan.
Adapun aspek tertinggi adalah Untuk memenuhi ketentuan pembentukan PPAP, BPR di Provinsi Jawa Barat sudah memenuhi ketentuan sebagai berikut yang pertama Memenuhi ketentuan pembentukan PPAP umum yaitu membean PAAP sebesar minimal adalah 0.5% dari aktiva produktif yang digolongkan lancar (tidak tennasuk SBI).
Kedua, memenuhi ketentuan pembentukan PPAP, dan aspek terendah Pengukuran dimensi keputusan pendanaan melibatkan 6 (enam) indikator, meliputi peryataan persetujuan bahwa Pendanaan dari tabungan dan deposito dijamin oleh lembaga penjaminan simpanan, persetujuan bahwa Penentuan suku bunga simpanan memenuhi ketentuan Lembaga Penjaminan Simpanan. persetujuan bahwa Pendanaan dari pihak ketiga lebih besar dari dana pihak ke satu dan dua, persetujuan bahwa Pendanaan dari deposito tidak tergantung pada kiedilur inti.
“Persetujuan bahwa Pendanaan oleh BPR sebagian besar bersumber pada dana yang berbiaya murah dan persetujuan bahwa Pendanaan dari pemilik mudah terpenuhi jika diperlukan. Indikator yang perlu mendapat perhatian adalah terkait pendanaan oleh BPR masih bersumber pada pendanaan yang berbiaya tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa bagian pendanaan BPR di Provinsi Jawa Barat belum mampu menghimpun dana dari sumber dana yang berbiaya murah (tabungan) sebagian besar masih bersumber dari dana deposito nasabah,” ulasnya.
Kinerja keuangan pada BPR di Provinsi Jawa Barat disebutkannya, berada pada kriteria cukup baik menuju sangat baik. Kinerja keuangan dengan dimensi terbesar Kinerja permodalan dan dimensi terendah kinerja kualitas Aset.
“Hal ini mengindikasikan bahwa pengambilan keputusan keuangan bahwa tata kelola, manajemen risiko, keputusan keuangan dan kinerja keuangan di provinsi Jawa Barat berada pada kategori baik. Tata kelola terbukti berpengaruh terhadap manajemen risiko dan keputusan keuangan. Manajemen risiko dan keputusan keuangan terbukti berpengaruh baik secara simultan maupun secara parsial terhadap kinerja keuangan,” tutupnya.
Dari sidang ini Cecep pun dinyatakan lulus dengan IPK 3,62 dengan nilai yudisium sangat memuaskan. (Tan)


	    	







