BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Pelaksana Tugas Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Diktiristek Dr. Kiki Yulianti mengungkapkan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam mengukur mutu pembelajaran hybrid. Tantangan pertama, yaitu memastikan partisipasi mahasiswa dalam proses perkuliahan.
“Kalau kita kuliah tatap muka biasa, kita bisa memperhatikan bahasa tubuh mahasiswa dan dapat menggiring kelas untuk fokus. Sementara ketika menggelar sinkronous, kita harus memastikan pembelajaran berlangsung maksimal,” kata Kiki dikutip PASJABAR dari laman unpad, Minggu (6/2/2022).
Kemudian ketidaksiapan konten untuk dikirim secara daring. Kiki menuturkan, salah satu persoalan yang terjadi terletak pada hak kekayaan intelektual. Masih banyak dosen yang belum saksama memerhatikan konten yang diberikan, berkaitan dengan hak kekayaan intelektual orang lain.
Untuk itu, dosen didorong tidak hanya mengkreasikan konten yang baik, tetapi juga memperhatikan berbagai konten milik orang lain yang diambil.
Mengenai konten, dosen juga didorong mengembangkan bahan ajarnya secara kreatif dan inovatif. Sistem pembelajaran hybrid harus tetap dipastikan dapat mencapai kolaboratif dan partisipasi aktif mahasiswa (student centered learning).
Tantangan selanjutnya, kurangnya titik akses teknologi modern. Dosen seringkali sulit memastikan kapan mahasiswa dapat mengakses suatu layanan daring.
“Kita harus punya tools yang bisa memperkirakan itu sehingga jaringan kita bisa lebih siap,” imbuhnya.
Ditjen Diktiristek tengah menyusun Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) terbaru. Pada standar terbaru dinyatakan, pembelajaran di perguruan tinggi dilakukan dalam tiga model, yaitu jarak jauh, tatap muka, dan blended (bauran).
Untuk itu, Ditjen Diktiristek melalui SN Dikti terbaru akan meminta setiap perguruan tinggi menyiapkan akses memadai bagi pembelajaran sepanjang waktu, baik bagi dosen dan mahasiswa di manapun mereka berada.
“Perguruan tinggi harus menjamin akses pembelajaran, baik dosen dan mahasiswa dari manapun mereka berada bisa dilakukan sepanjang waktu. Artinya jika ada perpustakaan yang masih belum mengizinkan akses dari luar kampus, mestinya kita harus atur sedemikian rupa,” tutupnya. (*/ytn)