BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Spanduk bertuliskan pengumuman SBM ITB tidak menerima mahasiswa baru lagi dan SBM ITB tidak melakukan proses belajar mengajar, hilang di empat titik di Kota Bandung, yang sebelumnya terpasang di Jalan Siliwangi dan Ir J Djuanda (Dago) yang dekat dengan kawasan kampus SBM ITB Jalan Ganesa.
Berdasarkan pantauan PASJABAR, spanduk itu hilang sejak Kamis (10/3/2022). Sebelumnya spanduk yang berada di Jalan Siliwangi itu bertuliskan
“MAAF, SBM ITB TIDAK MENERIMA MAHASISWA BARU LAGI #FORUM DOSEN SBM ITB,”
Sementara spanduk yang Jalan Dago bertuliskan,
“MAAF, SBM ITB TIDAK BEROPERASI SEPERTI BIASA #FORUM DOSEN SBM ITB”
Spanduk tersebut terpasang pada Rabu (8/3/2022)
Seperti diketahui, Forum Dosen SBM ITB melakukan mogok mengajar sejak 8 Maret 2022, hal ini merupakan dampak konflik berkepanjangan setelah Rektor ITB Reini Wirahadikusumah mencabut Hak Swakelola SBM ITB Tahun 2003, tanpa pemberitahuan dan kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam rilis resmi dari pihak SBM ITB, proses belajar mengajar tidak dilaksanakan secara luring maupun daring. Namun, mahasiswa diminta untuk belajar mandiri.
Dengan berbagai pertimbangan, FD SBM ITB juga menyatakan tidak akan menerima mahasiswa baru sampai sistem normal kembali. Ini karena kebijakan Rektor ITB saat ini tidak memungkinkan SBM ITB untuk beroperasi melayani mahasiswa sesuai standar internasional yang selama ini diterapkan.
Sebelum penghentian belajar mengajar di SBM ITB, pada 2 Maret 2022 jajaran dekanat SBM ITB yang dipimpin Dekan SBM ITB Utomo Sarjono Putro, Wakil Dekan Bidang Akademik Aurik Gustomo, dan Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Reza A Nasution sudah mengajukan surat pengunduran diri kepada Rektor.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik terkait pencabutan hak swakelola SBM ITB, termasuk pertemuan Forum Dosen SBM ITB dengan Rektor beserta wakil-wakil rektor pada tanggal 4 Maret 2022, namun masih belum membuahkan hasil.
Perwakilan FD SBM ITB, Jann Hidajat menyimpulkan hasil pertemuan tersebut, yaitu:
1) Rektor tidak lagi mengakui dasar-dasar atau fondasi pendirian SBM ITB yang tertuang dalam SK Rektor ITB Nomor 203/2003. SK ini memberikan wewenang dan tanggung jawab swadana dan swakelola pada SBM ITB sebagai bagian dari ITB, yang selama 18 tahun telah berjalan dan berhasil membawa SBM ITB pada tingkat dunia, dengan diperolehnya akreditasi AACSB. Pencabutan swakelola otomatis telah mematikan roh dan sekaligus meruntuhkan “bangunan” SBM ITB, raison d’etre, alasan kehidupan atau dasar eksistensi SBM ITB sebagai sebuah sekolah yang inovatif dan “gesit/lincah”.
2) Rektor sedang membuat sistem terintegrasi yang seragam (berlaku bagi semua Fakultas/Sekolah di ITB), walaupun faktanya masing-masing Fakultas/Sekolah memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda. Sistem yang dibangun Rektor ITB belum selesai, namun peraturan lama sudah ditutup. Peraturan baru ini menguatkan posisi Rektor sebagai penguasa tunggal dengan sistem yang sentralistis dan hirarkikal – membuat ITB menjadi tidak gesit/lincah.
FD SBM ITB juga mengkritisi kepemimpinan Rektor ITB yang membuat peraturan tanpa dialog dan sosialisasi, tanpa memperhatikan dampak terhadap pihak-pihak terkait, serta tidak mengikuti prinsip-prinsip yang diatur dalam Statuta ITB. Yaitu akuntabilitas, transparansi, nirlaba, penjaminan mutu, efektivitas, dan efisiensi. Pelanggaran atas prinsip-prinsip ini telah mengakibatkan kerugian baik material, moral, maupun psikis bagi dosen dan tendik SBM ITB.
FD SBM ITB kemudian menyampaikan pernyataan sikap yang sudah dikirimkan kepada Rektor pada Senin 6 Maret 2022 yang isinya meminta Rektor ITB berkomunikasi langsung dengan FD SBM ITB. Sementara ini FD SBM ITB juga menyatakan bahwa, standar kualitas pelayanan terbaik di SBM ITB tidak lagi dapat dipertahankan, walaupun hasil upaya swadana yang dilaksanakan oleh SBM ITB cukup untuk mendanai kualitas pelayanan terbaik. Artinya, pencabutan asas swakelola ini adalah bentuk ketidakadilan, terutama bagi mahasiswa dan orang tua mahasiswa yang telah membayar untuk mendapat standar pelayanan kelas dunia, tetapi tidak terlaksana karena dicabutnya azas swakelola.
Mengingat sistem baru belum siap secara menyeluruh, dan beberapa sistem yang sudah diberlakukan tidak memenuhi nilai-nilai dasar penyelenggaraan kegiatan Tridarma di ITB (Statuta ITB Pasal 7), maka FD SBM ITB menuntut:
1) Dikembalikannya azas swakelola, serta
2) Dilakukan kaji ulang atas peraturan-peraturan baru yang dikeluarkan oleh Rektor, dengan melibatkan perwakilan Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA) ITB serta unit terdampak khususnya SBM ITB, sampai ada kesepakatan bersama agar menjamin semua Fakultas/Sekolah di ITB memiliki kemauan dan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Untuk menguatkan tuntutan di atas, FD SBM ITB memutuskan “terhitung mulai hari Selasa, 8 Maret 2022, FD SBM ITB akan melakukan rasionalisasi pelayanan akademik”; sampai dengan adanya kesepakatan baru dengan Rektor ITB.
Disampng itu FD SBM ITB juga akan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang berwenang, baik internal ITB maupun pihak-pihak eksternal yang sekiranya bisa membantu menyelesaikan permasalahan ini, sehingga bisa meminimasi dampak negatif yang terlalu jauh. (*)