BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Dosen dan pengajar renang di Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad Syawaludin Alisyahbana Harahap, M.Sc., menerangkan, berenang di perairan terbuka (opened waters) seperti laut, danau/waduk, hingga sungai memiliki risiko lebih besar dibandingkan berenang di perairan terbatas (confined waters) seperti di kolam.
“Kita mungkin tidak mengetahui banyak informasi tentang situasi dan kondisinya, dan bisa terjadi perubahan kondisi yang tiba-tiba,” kata Syawal seperti dikutip PASJABAR dari laman Unpad, Senin (30/5/2022).
Ada dua faktor risiko yang wajib diketahui saat berenang di sungai. Risiko pertama berasal dari faktor alam, seperti adanya arus, kedalaman sungai yang tidak diketahui, kualitas air yang mungkin saja mengandung cemaran, hingga adanya biota (tumbuhan dan hewan) yang berbahaya.
Sementara risiko kedua berasal dari kondisi manusianya, seperti tingkat keterampilan renang, daya tahan tubuh/fisik, hingga faktor kewaspadaan. Salah satu risiko yang kerap terjadi saat berenang di sungai adalah adanya arus yang tiba-tiba deras. Satu di antara penyebabnya adalah terjadinya hujan di area hulu yang menyebabkan air sungai menjadi meluap dan bergerak menuju hilir.
Ia mengatakan, ketika dihadapkan pada air sungai yang tiba-tiba deras, perenang harus segera naik ke darat dan menjauhi tepi sungai.
“Jika arus sempat menyeret tubuh kita, maka jangan panik berlebihan. Segera bergerak/berenang untuk mencapai tepi dan jangan melawan arus. Setelah mencapai tepi, segera naik ke darat,” sambungnya.
Selain itu, jika memungkinkan, mintalah bantuan kepada orang-orang yang ada di darat dengan cara berteriak dan melambai-lambaikan tangan.
“Karena itu, harus ada pendamping yang selalu mengawasi dan mampu menolong saat dibutuhkan, mematuhi aturan yang diterapkan di lokasi, serta menggunakan alat bantu renang seperti pelampung jika dibutuhkan,” kata Syawal. (*/ytn)