HEADLINE

Epistemologi Sains dalam Islam

ADVERTISEMENT

*)CAHAYA PASUNDAN

Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan)

Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan)

Dalam dunia epistemologia, sampai saat ini para filosof masih berselisih pendapat tentang cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan. Dari polemik berkepanjangan tersebut, lahir beberapa pendapat atau aliran, diantaranya skeptisme, academic doubt (aliran keraguan), empirisme, rasionalisme, dan intuisisme. Terlepas dari aliran-aliran tersebut, Al-Quran menawarkan metode ilmiah yang realistis, jauh dari perdebatan teoretis dan hipotesis yang menyebabkan perbedaan pemikiran dan pemahaman.

Metode ini ditopang oleh dua faktor. Pertama, menggunakan dan memanfaatkan pengalaman orang lain, baik dari kalangan generasi dulu maupun sekarang. Kedua, menggunakan akal dalam upaya mencari kebenaran agar memperoleh petunjuk atau hidayah. Menurut Al-Quran, faktor pertama diperoleh melalui pendengaran. Sedangkan faktor kedua diperoleh dengan menggunakan akal sesuai dengan firman-Nya:

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempuanyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya.” (Q.S. Qaf [50]: 37)

Banyak ayat Al-Quran yang mengharuskan seseorang untuk menggunakan akal dan pendengarannya sebagai media untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Al-Quran tidak cukup hanya dengan memberi isyarat dan pengarahan melainkan lebih jauh lagi, yaitu meletakkan kerangka-kerangka ilmiah yang sangat cermat dan mendetail. Kerangka-kerangka tersebut secara singkat akan dibahas dalam dua faktor.

Faktor Pertama: Pewarisan Pengalaman

Faktor pertama ini didasarkan atas bangkitnya setiap generasi untuk mengajarkan pengalaman dan aneka pengetahuan kepada generasi berikutnya. Mereka yang pandai bersedia memberikan petunjuk kepada yang belum pandai. Dengan cara inilah, umat manusia akan lebih maju dan berkembang. Al-Quran telah meletakkan kandungannya yang cukup agar pengetahuan sampai pada akal dan pendengaran. Kandungan yang terpenting antara lain:

  1. Orang yang pandai tidak boleh menyembunyikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Sebab, ilmu pengetahuan itu bukan khusus miliknya, tetapi merupakan hidayah dan taufik Ayat Al-Quran dan Hadis Nabi SAW yang memperkuat pernyataan ini adalah:

Barang siapa yang ditanya (memiliki) ilmu pengetahuan, kemudian ia menyembunyikannya, maka Allah akan memberi kendali kepadanya pada hari Kiamat nanti dengan kendali dari api neraka.” (H.R Abu Dawud dan Tirmidzi)

Firman Allah SWT:

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya dalam Al-Kitab, mereka akan dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) pelaknat.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 159)

  1. Amanat ilmu menduduki tempat pertama untuk diajarkan kepada orang lain. Orang yang pandai memberikan segala informasi dengan jelas dan cermat tanpa ada distorsi dan penyimpangan, juga tidak melebihkan atau menguranginya.

Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya sedang mereka mengetahuinya.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 75)

Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedang kamu mengetahui.” (Q.S Al- Baqarah [2]: 42)

  1. Pengetahuan itu harus disebarluaskan kepada umat. Setiap rasul tidak diutus ke muka bumi, kecuali untuk menjadi guru dan pemberi petunjuk, baik melalui kitab yang diturunkan maupun melalui contoh yang baik, juga tidak terikat oleh besar atau kecilnya balasan (upah) yang diperoleh. Firman Allah SWT:

Ikutilah orang yang tidak minta balasan kepadamu dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S Yaasin [36]: 21)

Katakanlah (hai Muhammad), “Aku tidak minta upah sedikit pun kepadamu atas dakwahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan. Al-Quran ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al-Quran setelah beberapa waktu lagi.” (Q.S Shad [38]: 86-87)

  1. Hindari menyia-nyiakan waktu dalam diskusi berkepanjangan yang tujuannya bukan mencari kebenaran, baik bagi murid maupun guru.

Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah, Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hajj [22]: 68)

Di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu dan pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang jahat.” (Q.S Al-Hajj [22]: 68)

  1. Menerima kebenaran berdasarkan dalil. Al-Quran mencela mereka yang menutup mata dan telinganya untuk melihat sinar terang sehingga mereka tidak mendapatkan kepastian. Firman Allah SWT:

Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka kepada iman agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya ke mukanya dan mereka tetap mengingkari dan sangat menyombongkan diri. (Q.S Nuh [71]: 7)

Dan orang-orang kafir berkata, “Dan janganlah kamu mendengardengan sungguh-sungguh akan Al-Quran ini dan buatlah hiruk pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka.” (Q.S Fushshilat [41]: 26)

  1. Mengambil hikmah atau nilai-nilai kebaikan dan meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat atau sia-sia. Firman Allah SWT:

Mereka (orang-orang yang beriman) itulah orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna.” (Q.S. Al-Mukminun [23]: 3)

Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan-perkataan yang sia-sia dab tidak pula mendengar perkataan yang menimbulkan dosa. Akan tetapi, mereka mendengar ucapan-ucapan salam.” (Q.S Al-Waqi’ah [56]: 25-26)

  1. Membedakan dan menyeleksi informasi untuk kemaslahatan peradaban umat manusia agar tidak tersesat akibat menuruti setan. Firman Allah SWT:

… Oleh sebab itu, sampaikanlah berita-berita itu kepada hamba-hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang diberi akal.” (Q.S Az-Zumar [39]: 17-18)

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu,” (Q.S Al-Hujurat [49]: 6)

  1. Dapat membedakan dan mengamati orang-orang yang ahli dalam bidangnya (profesionalisme) dalam menerima ilmu pengetahuan. Firman Allah SWT:

… maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.” (Q.S Al-Anbiya [21]: 7)

Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keraguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca Al-Kitab sebelum kamu. (Q.S Yunus [10]: 94)

Dari beberapa kandungan Al-Quran tersebut di atas, jelaslah tentang kriteria dan patokan cermat yang ditawarkan Al-Quran dalam menyaring ilmu pengerahuan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Faktor Kedua: Pemikiran Logis

Faktor kedua ini merupakan faktor pengalaman praktis yang didasarkan atas pemikiran logis dan sehat. Hal ini digambarkan Al-Quran dengan dasar-dasar sebagai berikut:

  1. Membebaskan pemikiran dari belenggu taklid dan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang serta dari kungkungan yang melingkupi kita sejak kecil. Dengan cara ini, kita dapat berpikir dan meneliti secara bebas dan netral sehingga memperoleh kebenaran yang otentik. Firman Allah SWT:

(Rasul) berkata, “Apakah kamu akan mengikutinya juga, sekalipun akan membawa untukmu agama yang lebih nyata memberi petunjuk dari apa yang kamu dapati dari bapak-bapakmu menganutnya?” Mereka menjawab “Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu disuruh untuk menyampaikannya.” (Q.S Az-Zukhruf [43]: 24)

Sabda Rasulullah SAW., “Janganlah kamu menjadi pembebek yang berkata, “Jika manusia baik, aku pun baik, jika mereka jelek aku pun jelek. Hendaknya teguhlah pendirianmu, jika manusia baik, baiklah kamu. Jika mereka jelek hendaklah kamu menjauhinya.” (H.R. Imam Tirmidzi)

  1. Al-Quran mengajak kita untuk menggunakan pancaindera dan akal dalam mengamati pengalaman, baik yang sifatnya material maupun spiritual. Indra dan akal saling menyempurnakan dan keduanya tidak terpisahkan serta tidak berdiri sendiri sebagaimana diklaim oleh filsafat empirisme dan rasionalisme. Firman Allah SWT:

Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, kemudian Dia (Allah) memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.” (Q.S An-Nahl [16]: 78)

“Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran, penglohatan, dan hati, tetapi amat sedikit kamu bersyukur.” (Q.S Al Mukminun [23]: 78)

  1. Selain indera dan akal, ada pemberian Allah yang tersembunyi yang dinamakan dengan hikmah. Orang sufi menyebutnya bashorah mulhamah, sedangkan para filsof modern menyebutnya intuisi. Di samping Al-Hikmah, Allah memberi An-nur (cahaya) dan Al-fariqah atau Al-furqan, artinya pembeda antara yang hak dan yang batil. Hikmah ini tidak dapat diketahui oleh akal dan indera, tetapi dapat diperoleh melalui apa yang ada di balik itu. Ahli psikologi menyebutnya sebagai indera keenam. Kekuatan yang tersembunyi tersebut diberikan Allah kepada orang mencapai derajat taqarrub (dekat) kepada-Nya. Firman Allah SWT:

Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang diberi hikmah, sesungguhnya telah diberi kebajikan yang banyak, dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran, kecuali orang-orang yang berakal.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 269)

Dan setelah dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Q.S Yusuf [12]: 22)

Dan Allah menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan, dan Dia mengampuni kamu, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Al-Hadid [57]: 28)

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni dosa-dosamu dan Allah mempunyai karunia yang sangat besar.” (Q.S Al-Anfal [8]: 29)

Uraian tersebut merupakan epistemologi ilmu pengetahuan atau langkah dan cara memperoleh ilmu pengetahuan yang telah digariskan dalam Al-Quran. Epistemologi ilmu perspektif ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dapat diperoleh dengan menggunakan alat indera, akal, matahati, dan hidayah-taufik dari Allah (hikmah). (ran)

Nurrani Rusmana

Recent Posts

Endah Marlovia Ingin Kejar Gelar Profesor Di Usia Muda

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Lulusan terbaik Program Doktor Pascasarjana Unpas, Endah Marlovia, ingin mengejar gelar Profesor…

2 menit ago

Wamen UMKM Minta Lulusan Unpas Manfaatkan Terobosan Presiden RI tentang UMKM

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Wakil Menteri UMKM, Helvi Yuni Moraz, meminta lulusan Universitas Pasundan (Unpas) memanfaatkan…

1 jam ago

Menunggu Hadirnya Seorang “Negarawan” Dalam Pilkada Serentak 2024

Oleh: Dr. H. Deden Ramdan, M.Si, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unpas (Negarawan dalam Pilkada Serentak…

4 jam ago

Bey Machmudin Apresiasi Persetujuan APBD Lebih Cepat

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Penjabat Gubernur Bey Machmudin mengapresiasi persetujuan APBD tahun 2025 dilakukan lebih awal…

4 jam ago

Ribuan Umat Islam Se-Jawa Barat Gelar Aksi Solidaritas Bela Palestina di Bandung

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Sebanyak enam ribuan masyarakat dari berbagai daerah di Jawa Barat menggelar aksi…

4 jam ago

BIJB Kertajati Harus Mandiri, APBD Bukan Mesin ATM

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Anggota Komisi IV DPRD Jawa Barat, Daddy Rohanady, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kinerja…

16 jam ago