WWW.PASJABAR.COM – Hari Pramuka diperingati setiap tanggal 14 Agustus. Tahun 2024 ini merupakan hari jadi Gerakan Pramuka yang 63.
Untuk memeriahkan perayaannya, Kwarnas Gerakan Pramuka merilis tema dan logo Hari Pramuka Nasional 2024. Hal tersebut ditetapkan Kwarnas melalui Surat Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 104 Tahun 2024 tentang Tema dan Logo 63 Tahun Gerakan Pramuka.
Gerakan Pramuka juga mewajibkan agar seluruh anggota dan pemangku kepentingan di kwartir daerah turut mensosialisasikan dan menggunakan tema dan logo tersebut. Mulai dari kwartir cabang, kwartir ranting, gugus depan, satuan karya Pramuka, hingga satuan komunitas Pramuka.
Nah, berikut tema Hari Pramuka Nasional 2024 lengkap dengan logo dan sejarahnya. Yuk, disimak!
Tema dan Logo Hari Pramuka Nasional 2024
Merujuk pada surat keputusan di atas, Kwarnas Gerakan Pramuka menetapkan bahwa tema Hari Pramuka Nasional ke-63 tahun 2024 adalah “Pramuka Berjiwa Pancasila Menjaga NKRI”.
Adapun logo untuk Hari Pramuka Nasional KE-63 tahun 2024. Berikut penjelasan mengenai unsur Logonya:
- Angka 6 dan angka 3 yang merupakan angka ulang tahun yang ke-63.
- Angka 6 hasil stilasi dari Kelopak Tunas, sementara angka 3 yang menopang Logogram Tunas menjadi satu kesatuan yang kokoh.
- Logotype “PRAMUKA” dengan warna dasar hitam.
- Tema “Pramuka Berjiwa Pancasila Menjaga NKRI” ditulis dengan warna dasar putih.
Secara keseluruhan, logo 63 tahun gerakan pramuka ini diharapkan bisa membangun citra positif gerakan pramuka, serta setiap insan pramuka selalu berjiwa Pancasila, dan turut serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sejarah Hari Pramuka Nasional
Mengutip laman resmi Pramuka, pada awal kemunculannya di zaman Hindia-Belanda, Pramuka disebut sebagai Gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia. Gerakan kepanduan tersebut didirikan oleh Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO), sebuah organisasi yang dibentuk Belanda.
Kemudian, pada tahun 1916, organisasi tersebut akhirnya berganti nama menjadi Nederlands-Indische Padviders Vereeniging (NIPV) atau Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda.
Pada saat itu, sebagian besar anggota NIPV adalah pandu-pandu keturunan Belanda. Namun, di tahun 1916 akhirnya berdirilah suatu organisasi kepanduan yang sepenuhnya merupakan pandu-pandu bumiputera.
Gerakan pandu milik bumiputera tersebut diberi nama Javaansche Padvinders Organisatie. Organisasi ini diprakarsai oleh Mangkunegara VII, pemimpin Keraton Solo.
Usai berdirinya Javaansche Padvinders, ternyata kian banyak organisasi kepanduan yang juga dibentuk, baik berbasi nasionalis hingga keagamaan. Misalnya, Padvinder Muhammadiyah (Hizbul Wathan), Nationale Padvinderij, Syarikat Islam Afdeling Pandu, Kepanduan Bangsa Indonesia, Tri Darma (Kristen), Kepanduan Masehi Indonesia, dan lain sebagainya.
Kepanduan yang di Hindia-Belanda ternyata berkembang cukup baik. Hal itu bahkan menarik perhatian dari Bapak Pandu Pramuka Dunia, yakni Lord Baden-Powell.
Pada awal Desember 1934, Baden-Powell bersama istri serta anak-anaknya mengunjungi organisasi kepanduan di beberapa kota Indonesia, seperti Batavia, Semarang, dan Surabaya.
Beberapa tahun setelah kunjungan tersebut, di tanggal 27-29 Desember 1945 diadakan Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta. Dalam kongres tersebut diputuskan bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya gerakan organisasi kepramukaan di Indonesia.
Namun, organisasi tersebut tidak bertahan lama. Ketika Belanda kembali mengadakan agresi militer di tahun 1984, Pandu Rakyat dilarang berdiri di daerah-daerah yang sudah dikuasai Belanda.
Karena itu gerakan panduan kemudian dibentuk lagi dan lagi. Setiap dibubarkan Belanda, organisasi kepanduan lain terus bermunculan, seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), dan Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Seiring perkembangannya, kepanduan Indonesia kemudian mencapai 100 organisasi yang tergabung dalam Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo). Melihat hal tersebut, Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang saat itu merupakan Pandu Agung, mengusulkan untuk melebur berbagai organisasi kepanduan menjadi satu.
Usulan tersebut kemudian pertama kali diungkapkan Presiden Soekarno ketika mengunjungi Perkemahan Besar Persatuan Kepanduan Putri Indonesia di Desa Semanggi, Ciputat, Tangerang, pada awal Oktober 1959. Saat itu, presiden pertama RI juga mengumpulkan tokoh dan pemimpin gerakan kepanduan di Indonesia.
Ketika semua telah berkumpul, Soekarno menyatakan bahwa semua organisasi kepanduan yang ada akan dilebur menjadi satu dengan nama Pramuka.
Tepat pada tanggal 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka akhirnya diperkenalkan secara resmi kepada seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini disampaikan ketika sedang melaksanakan upacara di halaman Istana Negara.
Peresmian ini juga ditandai dengan penyerahan Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX, selaku Ketua pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Panji tersebut lalu diteruskan kepada suatu barisan defile yang terdiri dari para Pramuka di Jakarta dan dibawa berkeliling kota.